MELALUI MEDIA INI AKU CERITAKAN KISAH HIDUP Q TENTANG DUKA LARA, TAWA BAHAGIA, KARENA HANYA DENGAN HURUF-HURUF INILAH AKU BISA JUJUR DENGAN DIRI KU SENDIRI

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Aplikasi Kajian Sastra Bandingan

Posted by Erstyn.S.N - -

Perbandingan Cerpen Purbawisesa Karya
Muh. Nasrudin Dasuki dengan Cerpen
Bercinta dengan Barby Karya Eka Kurniawan:
dalam Kacamata Feminis Religi


Pengantar
Ada dua hal yang sangat mungkin menjadi problem dalam sastra bandingan (comparative literature) sebagai sebuah disiplin ilmu. Pertama, persoalan yang menyangkut konsep sastra bandingan. Dalam banyak rumusan atau definisi sastra bandingan pada umumnya, penekanan perbandingan pada dua karya atau lebih dari sedikitnya dua negara yang berbeda menjadi pusat perhatian yang utama. Jadi, sebuah perbandingan dua karya atau lebih yang berasal dari dua negara, termasuk ke dalam wilayah sastra bandingan.
Masalah kedua menyangkut praktik sastra bandingan sebagai sebuah kajian. Apakah praktik sastra bandingan hanya sebatas membandingkan dua teks sastra atau lebih jauh dari itu dengan mencantelkan analisis atau interpretasinya pada kebudayaan dan kehidupan kemasyarakatan yang melahirkannya. Jika perbandingannya itu hanya menyangkut dua atau lebih teks sastra yang berbeda, maka hasil perbandingan itu hanya akan sampai pada perbedaan dan persamaan tekstual. Dari sana mungkin kita akan sampai juga pada persoalan reputasi dan penetrasi, dan pengaruh-mempengaruhi. Jika demikian halnya, maka perbandingan itu akan tetap berkutat pada persoalan tekstual. Jadi, apakah tujuan sastra bandingan hanya sampai pada pengungkapan perbedaan dan persamaan dua teks atau lebih. Oleh karena itu, patutlah dipertimbangkan tujuan sastra bandingan yang tidak hanya sampai pada perbandingan dua teks sastra yang berbeda dan mengungkapkan persamaan dan perbedaan tekstual, tetapi juga coba menelusuri persamaan dan perbedaannya itu sebagai bagian dari dua produk budaya yang dilahirkan dari dua kehidupan sosio-budaya yang berbeda.
Untuk itu, dalam analisis ini penulis membandingkan dua cerita pendek yaitu Purbawisesa dari Malaysia dengan Bercinta Dengan Barby dari Indonesia. Unsur yang sama pada kedua cerpen tersebut yaitu terdapat pada tema, sama-sama menyagkut tentang feminisme dan religi.feminisme merupakan suatu bentuk teori kritis, yang menggunakan perspektif serta pengalaman perempuan, dan penindasan yang mereka alami, sebagai titik tolak sekaligus fokus analisisnya. Teori kritis sudah selalu mengakui adanya kepentingan di balik setiap klaim kebenaran epistemologis, ataupun adanya kekuasaan di balik seluruh ilmu pengetahuan.Landasan utama dari epistemologi feminis, menurut Germaine Greer, seorang tokoh feminis gelombang kedua, adalah kesadaran bahwa kewajiban utama kaum perempuan bukanlah melulu terhadap suami ataupun anak-anaknya, tetapi terhadap dirinya sendiri. Kaum perempuan, pada hematnya, haruslah membebaskan diri mereka dari diskriminasi yang meluas dan mendalam di dalam struktur maupun cara berpikir masyarakat, serta membebaskan diri dari tindakan sewenang-wenang serta penghinaan yang mereka alami setiap harinya. “Kaum perempuan”, demikian tulisnya, “… harus membebaskan diri mereka dari dominasi laki-laki, membebaskan diri mereka dari stereotipe yang dibentuk oleh lelaki, … yang melihat diri mereka dari citra lelaki,… yang melihat tubuh, seksualitas, intelektualitas, emosi, dan keseluruhan keperempuanan mereka dari perspektif laki-laki”. Bagi banyak pemikir feminis, perjuangan untuk mencapai perlakuan yang setara di samping perbedaan ras, nasionalitas, dan kelas sosial selalu sudah tidak dapat dipisahkan dengan perjuangan kaum perempuan untuk memperoleh pengakuan. Perjuangan kaum perempuan untuk memperoleh pengakuan dan perlakuan yang setara ini juga disebut sebagai feminisme. Istilah feminisme sudah selalu terkait dengan semua bentuk studi perempuan, yakni sebagai paham yang memperjuangkan persamaan hak dan keadilan bagi wanita, yang sekaligus juga dapat dipahami sebagai sebuah ideologi untuk mencapai perubahan sosial menuju masyarakat yang lebih adil. Marilyn French memberikan definisi yang lebih sederhana, yakni suatu gagasan, sistem nilai, yang bertolak dari suatu kesadaran akan ketidakadilan yang dialami oleh perempuan. Oleh karena itu, agenda utama dari perjuangan gerakan feminis adalah rekonstruksi peran laki-laki serta rekonstruksi peran perempuan di dalam dunia sosial.

Cerpen Purbawisesa Karya Muh. Nasruddin Dasuki
Cerpen yang diterbitkan di Malasya oleh Dewan Satera, tahun 1990 ini sungguh menarik karena tema yang diangkat tidak hanya dari sisi feminisnya saja, namun dari sisi religi juga. Dari ceritanya yang sama menariknya dengan judulnya, kita dapat mengetahui bagaimana perjuangan kaum perempuan untuk memperoleh pengakuan dan perlakuan yang setara dengan kaum laki-laki.
Tokoh dalam cerpen ini adalah Eleanor, seorang wanita penggoda. Sebenarnya ia tidak berniat untuk menjadi sang penggoda, ia hanya seorang wanita yang sedang mencari kebenaran dari ketidakbenaran yang pernag dirasa dan dialami selama tahap usianya. Eleanor adalah wanita yang bersemangat api, karena di seorang perawan yang tidak mau dianggap lemah. Ia berpendapat bahwa wanita juga mendapatkan hak yang sama dengan laki-laki. Sekedar menjadi penerima saja, itu sifat wanita jaman dulu. Ia menjadi sang penggoda hanya untuk membuktikan bahwa kaum laki-laki seharusnya tidak sewenang-wenang kepada wanita karena jelas-jelas mereka selalu membutuhkan kaum wanita.
Disisi lain, penulis juga ingin menyampaikan sisi religi pada cerpen Purbawisesa ini. ” Bahwa hidup ini perlu ada taufik dan hidayah dari Pencipta. Selama ini dia keliru dengan hukum Allah karena yang baik ada waktunya menerima bencana, sepatutnya yang menerimanya adalah mereka yang berbuat mungkar. ” ( Dewan Satera, 218 ). Eleanor sadar bahwa hidup beragama, berbudaya, dan bermasyarakat harus menerima teguran, tetapi teguran itu menurutnya tidak boleh diterima. Dan ketika ia membaca Surat An-Nisa ayat 34 yang menyebutkan bahwa kaum laki-laki adalah pemimpin di atas kaum perempuan. Sekian lama ia mencari tahu siapakah sebenarnya wanita itu, dan pada akhirnya ia mendapat jawaban atas itu lalu ia menyadarinya.

Cerpen Bercinta dengan Barby karya Eka Kurniawan
Cerpen Bercinta dengan Barbie adalah sebuah karya dari penulis bernama Eka Kurniawan yang terdapat dalam kumpulan cerpennya yang berjudul Gelak Sedih, yang merupakan kumpulan hasil karyanya. Judulnya yang begitu menarik, yaitu Bercinta dengan Barbie, begitu menggugah rasa ingin tahu ceritanya. Dari ceritanya yang sama menariknya dengan judulnya, kita bisa menemukan beberapa faktor yang mencolok mengenai hubungan antara suami dengan istri, laki-laki dan perempuan, pria dan wanita. Meskipun ide utama cerita ini kemungkinan tidak khusus mengarah pada masalah gender, tapi kita masih bisa mendapatkan gambaran tentang keresahan seorang istri, perempuan, wanita, dalam menghadapi suami, atau laki-laki dan pria, dalam melakukan hubungan sosial dengan mereka. Melalui beberapa unsur yang terdapat dalam cerpen Bercinta dengan Barbie ini, saya akan mencoba menganalisanya melalui sudut pandang para feminis.
Dalam cerita pendek ini Barbie tersebut disihir oleh seorang pria agar menjadi seorang manusia biasa, dengan alasan si pria sudah sangat putus asa dengan sosok istrinya yang untuk ukuran kebanyakan laki-laki sangat tidak memuaskan. Kejadian ini banyak ditemukan dalam kehidupan nyata, dimana seorang perempuan diharuskan untuk memiliki tubuh sesensual boneka Barbie dan wajah seayu wajah boneka tersebut, baru mereka bisa memenuhi syarat untuk bisa memuaskan setiap laki-laki. Apabila mereka tidak memenuhi persyaratan itu, maka mereka kemungkinan besar akan ditinggalkan oleh para laki-laki yang menurut cerita dalam cerpen ini akan mencari perempuan lain dengan penampilan serba sempurna seperti Barbie.
Akan tetapi, jika kita melihatnya dari sisi kaum perempuan sendiri, yang ada hanyalah penderitaan untuk memenuhi persyaratan “hidup” seperti itu, bagaimana kaum perempuan haruslah selalu menjadi sosok “dewi yang sempurna” untuk suami atau laki-laki yang mereka cintai. Seperti yang kita tahu, untuk memiliki kesempurnaan Barbie adalah sesuatu yang mustahil, karena si Barbie sendiri tidak akan pernah bertambah tua dan tak akan pernah berubah perawakannya menjadi keriput atau bergelambir. Jika melihat dari sudut pandang kaum feminis, hal ini akan menyebabkan kaum perempuan merasa terasing dari tubuh mereka sendiri, dimana seseorang seharusnya merasa bebas dengan keadaan dirinya, dengan usaha dari dirinya untuk dirinya sendiri, bukan orang lain.
Hubungan antara si pria yang menjadi tokoh utama dalam cerita dan boneka Barbie-nya merupakan unsur penting berikut dalam cerpen Bercinta dengan Barbie. Si pria yang merubah Barbie menjadi seorang manusia pada akhirnya tidak hanya “menggunakan” si boneka untuk kepuasan dirinya sendiri. Pria itu mulai mencari keuntungan dengan membuka rumah pelacuran yang diberi nama Bercinta dengan Barbie, darimana judul cerpen itu diambil.
Sungguh terlihat ketidakadilan hubungan laki-laki dan perempuan dan cerita ini. Meskipun dalam cerpen tokoh si pria digambarkan bukan sebagai orang yang “rakus” dan bersedia menerima istrinya asalkan tubuhnya seindah dulu, tetap saja menunjukkan bahwa laki-laki menentukan segalanya, tidak peduli sesusah apapun para wanita mereka berusaha memenuhi standar mereka. Namun pada akhirnya, usaha mereka tetap saja tidak mendapat perhatian para suami itu kembali, karena mereka lebih tertarik pada sosok-sosok perempuan “Barbie”.
Kejadian dalam cerita ini jelas memperlihatkan bahwa apapun usaha yang dilakukan oleh para wanita itu, baik membunuh para Barbie, berusaha keras mengembalikan bentuk tubuh mereka, yang ada hanyalah kekosongan yang kembali mereka rasakan setelah kehilangan Ken-Ken mereka. Pada akhir cerita ini dikatakan apabila si pria mengembalikan semua boneka itu ke wujud asalnya, meskipun dia masih menyimpan Barbie untuk dirinya sendiri. Namun saat anaknya menangis mencari Barbie-nya yang hilang, dengan kejam dia mengganti istrinya ke wujud boneka dan memberikannya pada anaknya, yang langsung membuang muka melihat keburukan boneka baru tersebut. Si pria akhirnya membuang boneka si istri ke tempat sampah dan pergi bersama Barbie-nya.
Dari semua unsur yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa cerpen Bercinta dengan Barbie ini samar-samar menunjukkan perjuangan kaum Hawa untuk mendapat penghargaan di mata para lelaki. Meski di pertengahan sebagian dari kaum perempuan sempat melawan ketika diperlakukan semena-mena, pada akhirnya mereka dibuang juga dalam bungkam seperti sebuah boneka usang.
Namun penulis juga menjelaskan bahwa jika kembali pada ajaran agama, sesungguhnya perempuan diciptakan memang untuk berdampingan dengan kaum laki-laki. Dan wanita yang saleh adalah wanita yang menurut kepada suaminya.inilah hal yang menarik, bahwa kisah yang bertolak belakang dengan bagaimana sebenarnya kodrat seorang wanita.

Perbandingan Cerpen Purbawisesa Dengan Cerpen Bercinta Dengan Barby: dari Kacamata Feminis Religi
Cerpen Purbawisesa dengan cerpen Bercinta Dengan Barby memang sama-sama membicarakan masalah feminisme, dalam hal ini mempermasalahkan tentang gender. Terlihat jelas dari kedua cerpen tersebut mengenai perjuangan seorang perempuan yang ingin diakui bahwa mereka juga memiliki hak yang sama dengan kaum laki-laki, karena mereka tidak mau dianggap lemah dan diperlakukan semena-mena oleh kaum laki-laki. Pada cerpen Purbawisesa dikisahkan seorang perempuan yang bernama Eleanor yang bersemangat api, yang berpendapat bahwa sebagai perempuan dia juga memiliki hak yang sama seperti laki-laki. Dan menjadi penerima saja, itu sifat perempuan masa lalu. Ia berfikir bahwa kaum hawa juga pantas menjadi seorang pemimpin, dan sanggup membuat perubahan besar. Namun pada akhirnya pendapatnya itu dikalahkan oleh ajaran agama. Karena pengarang berasal dari Malasya, sehingga sisi religius dalam cerpen tersebut sangat kental.
Sama halnya pada cerpen Bercinta Dengan Barby yang mengisahkan tentang bagaimana dalam kehidupan nyata seorang istri yang sudah tidak bisa memuaskan suaminya bisa dibuang begitu saja dan diganti dengan perempuan yang baru. Sungguh tidak adil, karena si istri sama sekali tidak diberi kesempatan untuk melakukan pembelaan terhadap dirinya dan hanya menerima saja ketika dirinya dibuang, persis seperti sesosok boneka yang tidak bisa berkata apa-apa ataupun memprotes saat dirinya dilempar ke tempat sampah, dibuang karena sudah tidak sempurna.
Sebagian dari kaum perempuan itu, dalam kasus ini adalah Barbie yang diubah menjadi manusia, juga menemukan pemberontakkan diri mereka saat diperjual-belikan kepada para lelaki yang berpenampilan sama tidak memuaskannya seperti istri mereka, dan mereka berselingkuh dengan para Ken yang sempurna. Namun pada akhirnya mereka semua dikembalikan menjadi boneka yang tidak bisa memprotes, dan hanya satu yang masih bisa menjadi manusia, yaitu Barbie milik si pria. Dengan kata lain, kalau saja Barbie itu bukanlah “milik” si pria, maka kemungkinan dia tidak akan pernah menjadi “manusia”, dimana makin kuat pendapat mengenai si pria sebagai simbol Patriarki yang mengatur segalanya dalam kehidupan kaum perempuan. Namun sisi religi tidak begitu menonjol pada cerpen tersebut.
Perbedaan budaya dan pemikiran mengenai keyakinan (dalam hal ini adalah agama) antara Malasya dengan Indonesia mempengaruhi isi dari cerita yang ingin disampaikan oleh pengarang. Dari segi bahasa, cerpen Purbawisesa lebih sulit dipahami karena menggunakan Bahasa Melayu. Dari segi penokohan, cerpen Bercinta Dengan Barby lebih menonjol dan lebih jelas. Unsur pertama yang paling mencolok dalam cerpen “Bercinta dengan Barbie” ini sudah jelas adalah tokoh “Barbie” itu sendiri. Barbie, seperti yang kita ketahui, adalah sosok boneka perempuan yang berwujud baik di mata kaum Adam ataupun Hawa sangat sempurna. Mulai dari rambut sampai ke ujung kaki Barbie merupakan sosok dambaan semua lelaki dan terkadang membuat iri kaum perempuan.
Dari sisi religi, cerpen Purbawisesa lebih menonjol. Hal ini bisa dibuktikan dari kutipan-kutipan berikut :
”...perlu ada taufik dan hidayah dari sang pencipta. Selama ini dia keliru dengan hukum Allah karena yang baik ada waktunya menerima bencana....” (Nasruddin, 1990 : 218)
” sedangkandidalam sebuah kitab, dia membaca seorang abid bernama Barshisha yang sepicing pun tidak melupai penciptanya...” (Nasruddin, 1990:220)
” kaum lelaki adalah pemimpin ke atas kaumperempuan. Lantaran Allah telah melebihkan sebagian dari mereka ( laki-laki ) dengan beberapa keistimewaan atas kaum perempuan dan dari sebab-sebab apa yang mereka nafkahkan dari harta-harta mereka. Maka kaum perempuan yang salihah itu ialah yang taat, yang memelihara hal-hal yangtersembunyi sebagai yang telah dipelihara hal-hal yang tersembunyi sebagai yang telah dipelihara oleh Allah.... ” Surat An-Nisa ayat 34. ( Nasruddin, 1990:228 )

Sedangkan pada cerpen Bercinta dengan Barby, sisi religi tidak begitu menonjol. Karena pengarang lebih membahas masalah feminisnya, namun tidak melupakan kodrat sebagai perempuan.

Simpulan
Kesimpulan dari cerpen Purbawisesa adalah kaum laki-laki adalah pemimpin di atas kaum perempuan, karena Allah telah melebihkan sebagian dari kaum laki-laki dengan keistimewaan. Pendapat inilah yang membuat Eleanor sadar bahwa apa yang ia pikirkan selama ini salah, dan perempuan harus kembali pada kodratnya.
Dari semua unsur yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa cerpen Bercinta dengan Barbie samar-samar menunjukkan perjuangan kaum Hawa untuk mendapat penghargaan di mata para lelaki. Meski di pertengahan sebagian dari kaum perempuan sempat melawan ketika diperlakukan semena-mena, pada akhirnya mereka dibuang juga dalam bungkam seperti sebuah boneka usang.
Dari analisis di depan, dapat disimpulkan bahwa cerpen Purbawisesa dan cerpen Bercinta Dengan Barby sama-sama bertemakan feminis religi, namun cerpen Purbawisesa lebih menonjol dari sisi religi, karena Malasya kuat dengan kultur religiusnya. Sedangkan cerpen Bercinta Dengan Barby menonjol dari sisi feminis.

Daftar Pustaka

Abas, Lutfi. 1994. ”Beberapa Aspek Penting dalam Kesusasteraan Bandingan” dalam Kesusasteraan Bandingan Suatu Disiplin. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Abdullah, Ahmad Kamal. 1994. Kesusastraan Bandingan Sebagai Suatu Disiplin. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Aminudin. 2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Awang, Hasyim. 1994. Kesusasteraan Bandingan Sebagai Satu Disiplin. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Damono, Sapardi Djoko. 1978. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
............ 2005. Pegangan Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta: Pusat Bahasa.
Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi (Edisi Revisi). Yogyakarta: Media Pressindo.
Gaither, Mary. 1990. ”Sastera dan Seni”. Penerjemah Fatmah Zainal. Dalam Sastera Perbandingan: Kaedah dan Perspektif. Newton P. Stallknecht dan Horst Frenz (editor). Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Hutomo, Suripan Sadi. 1993. Merambah Matahari: Sastra dalam Perbandingan. Surabaya: Gaya Masa.
Junus, Umar. 1986. Sosiologi Sastera: Persoalan Teori dan Metode. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa danPustaka.
Kurnia, Fabiola Dharmawanti. 2004. ”Unsur Dualistik dalam Wacana Seksual Fiksi Bali: Kajian Intertekstualitas”. Dalam Prasasti, Jurnal Ilmu Sastra dan Seni, Vol. 54, Tahun XIV Agustus 2004 halaman 227-254.
............. 2009. Pelangi Sastra dan Budaya. Surabaya: Unesa University Press.
Lubis, Muhamad Bukhori. 1994. ”Pendekatan Genetik dalam Kesusasteraan Bandingan: Beberapa Pengantar Awal” dalam Pengantar Kesusasteraan Bandingan. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Nurgiantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra: dari Strukturalisme hingga Posstrukturalisme Perspektif Wacana Naratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Remak, Henry H.H. 1990. ”Sastera Bandingan Takrif dan Fungsi” Penerjemah Zhalilah Sharif. Dalam Sastera Perbandingan: Kaedah dan Perspektif. Newton P. Stallknecht dan Horst Frenz (editor). Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Saman, Sahlan Mohd. 1994. ”Gejala Pengaruh dalam Disiplin Kesusasteraan Bandingan” dalam Kesusasteraan Bandingan Suatu Disiplin. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Zaidan, Abdul Rozak dkk. 2007. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka.


Klik "Show" untuk melihat Foto >>>>>>>>>> <<<<<<<<<< Foto melihat untuk "Show" Klik
  • Kenangan di Merbabu.
  • Kenangan di Merbabu.
  • Kenangan di Merbabu.
  • Kenangan di Merbabu.
  • Kenangan di Merbabu.
  • Merbabu dan Merapi.
  • Merbabu dan Q.
  • Merbabu dan Q.
  • Bersama kita BISA.

RepubliC_GothiC

""