MELALUI MEDIA INI AKU CERITAKAN KISAH HIDUP Q TENTANG DUKA LARA, TAWA BAHAGIA, KARENA HANYA DENGAN HURUF-HURUF INILAH AKU BISA JUJUR DENGAN DIRI KU SENDIRI

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Merambah Dunia Sastra Bandingan

Posted by Erstyn.S.N - -

Pengaruh Puisi The Young Dead Soldiers Karya Archibald Macleish dengan Kerawang Bekasi
Karya Chairil Anwar: Kajian Sastra Bandingan


Berikut ini adalah puisinya Archibald Macleish!

THE YOUNG DEAD SOLDIERS

The young dead soldiers do not speak
Nevertheless they are heard in the still houses.
( who has not heard them? )
They have a silience that speaks for them at night
And when the clock counts
They say,
We were young, we have died, remember us.
They say,
We have done what we could
But until it is finished it is not done
They say,
We have give our lives
But until it is finished no one know what our lives gave.
They say
Our death are not ours
They are yours,
They will mean what you make them
They say
Whether our lives and our deaths were for peace and new
hope
Or for nothing.
we cannot say, it is you who must say this.
They say,
We leave your our deaths.
Give them their meaning.
Give them an and to the war and a true peace.
Give them a victory that ends the war and a peace after words.
Give their meaning.
We were young, they say,
We have died
Remember us.
ARCHIBALD MACLEISH

Berikut ini adalah terjemahan kedalam bahasa Indonesia puisi The Young Dead Soldiers:

PRAJURIT MUDA YANG TELAH MATI

Prajurit-prajurit muda yang telah mati tidak berbicara
Namun mereka masih terdengar dalam rumah yang damai
( siapa yang telah tidak mendengarkan mereka? )
Mereka punya perkataan bisu untuk mereka dalam malam
Dan ketika jam berdering
Mereka berkata,
Kami masih muda, kami telah mati, ingatlah kami.
Mereka berkata,
Kami telah melakukan apa yang kami bisa
Tetapi sampai itu berahir itu belum selesai
Mereka berkata,
Kami telah berikan hidup kami.
Tetapi sampai itu berahir tak seorangpun bisa tahu apa yang kehidupan kami berikan.
Mereka berkata,
Kematian kami bukan milik kami
Itu milikmu.
Itu akan berarti apa kamu membuat mereka
Mereka berkata,
Baik kehidupan dan kematian kami untuk perdamaian dan sebuah harapan baru

Atau tidak untuk apapun
Kami tidak dapat berkata, itu kamu yang harus berkata ini
Mereka berkata,
Beri mereka keinginan mereka,
Beri mereka sebuah ahir peperangan, perdamaian yang sesungguhnya
Beri mereka sebuah kemenangan dalam ahir peperangan, perdamaian yang abadi.
Beri merka keinginan mereka.
Kami masih muda, mereka berkata,
Kami telah mati
Ingatlah kami.
ARCHIBALD MACLEISH

Berikut ini adalah puisinya Chairil Anwar yang berjudul Kerawang-Bekasi:
Karawang-Bekasi

tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
Chairil Anwar

Chairil Anwar adalah tokoh atau penyair yang unik dalam sejarah sastra kita, ia dianggap sebagai pelopor suatu pembaharuan sastra sekaligus dituduh sebagai penyair yang suka mencuri karya penyair asing ( Damono, 2005: 31). Tapi pada analisis ini, tidak dibahas tentang curi-mencuri karya penyair asing, tapi disini akan membahas tentang pengaruh puisi Chairil Anwar yang berjudul Kerawang-Bekasi dengan puisinya Archibald Macleish yang berjudul The Young Dead Soldiers.
Yang mana puisi dari Archibald Macleish itu kami terjemahkan dengan Prajurit muda yang telah mati. Pengaruh yang dimaksudkan dalam kajian ini adalah menentukan adanya persamaan dan juga perbedaan pada kedua puisi tersebut yaitu puisi yang berjudul Kerawang-Bekasi dengan puisi yang berjudul The Young Dead Soldiers. Pada puisinya Archibald Macleish yang berjudul The Young Dead Soldiers ini mengisahkan seorang prajurit muda yang gugur di dalam peperangan, dan mereka gugur untuk bisa selalu diingat oleh banyak orang, karena mereka gugur bukan untuk dirinya sendiri tetapi mereka gugur untuk membela dan memperjuangkan tanah air yang sekarang di tempati oleh orang-orang tersebut.
Hal ini bisa di katakan sama dengan puisinya Chairil Anwar yang berjudul Kerawang-Bekasi, bahkan bait-bait yang terdapat dalam kedua puisi ini memunyai adanya kemiripan. Berikut ini akan dijelaskan tentang beberapa perbandingan antara kedua puisi tersebut yaitu puisinya Chairil Anwar yang berjudul Kerawang-Bekasi dengan puisinya Archibald Macleish yang berjudul The Young Dead Soldiers:

Kerawang-Bekasi The Young Dead Soldiers
Kami yang kini terbentang antara Kerawang-Bekasi

tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi. The young dead Soldiers do not speak
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami. Neverthelles they are heard in the still houses.
( Who has not heard them
terbayang kami maju dan berdegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening dimalam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak They have a sillince that speaks for them at night
And when the clock counts
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami They say,
We were young. We have died. Remember us.
Kami sudah coba apa yang kami bias They say,
We have done what we could
But until is finished it is not done.
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa They say,
We have given our lives
But until it is finished no one can know what our lives gave.
Kami Cuma tulang-tulang berserakan

Tapi adalah kepunyaanmu

Kaulah lagi yang tentukan
nilai tulang-tulang berserakan They say,
Our deaths are not ours
They are yours,
they will mean
What you make them
Atau jiwa kami melayang untuk
kemerdekaan kemenangan dan
harapan atau tidak untuk apa-apa
kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata

kaulah sekarang yang berkata They say,
whether our lives and our deaths were for peace and a new hope
or for nothing we cannot say : it is you who must say this.
Kami bicara padamu dalam
Hening dimalam sepi

Jika ada rasa hampa dan jam
Dinding yang berdetak

Karena kemenangan kami

Teruskan, teruskan jiwa kami

menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat

Berikan kami arti

Berjagalah terus digaris batas
Pernyataan dan impian They say,
we leave you or deaths,
Give them their meaning,
Give them an end to the was and a true peace ,
Give then a victory the ends the
war and a peace afterwards,
Give them their meaning.

Kenang, kenanglah kami

Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
We were young, they say,
We have died,
Remenber us.
Beribu kami terbaring antara
Krawang-bekasi
Chairil Anwar (1948) Archibald Macleish (1941)

Jadi setelah kita bandingkan kedua puisi itu secara cermat, tampak jelas bahwa sebenarnya Chairil Anwar telah menciptakan sesuatu yang baru dalam puisinya itu dengan meminjam dan sekaligus diilhami oleh beberapa larik pada puisinya Archibald Macleish. Puisi Archibald Macleish mengandung nilai-nilai yang bisa diterima di mana saja, para prajurit muda yang telah mati dalam puisi yang berjudul The Young Dead Soldiers. Itu tidak terikat oleh waktu dan tempat.
Mereka bukan prajurit yang merebut kekuasaan dari bangsa lain, mereka juga tidak menyebut-nyebut musuh. Mereka itu mungkin saja prajurit Jepang, Amerika, Italia, Jerman, atau Australia yang meninggal dalam sebuah perang entah kapan atau di mana. Sebaliknya dalam puisinya Chairil Anwar yang berjudul Krawang-Bekasi jelas terikat oleh tempat yakni karawang-bekasi. Dan tentunya juga terikat oleh waktu yakni jaman perjuangan fisik. Para perjurit yang mati dalam Karawang-Bekasi jelas mempunyai musuh yakni penjajah dalam arti perjuangan mereka jelas yakni merebut kemerdekaan.
Dengan demikian puisi ini tidak mengandung nilai-nilai yang dengan mudah bisa diterima di mana dan kapan saja. Dengan kata lain puisi ini terikat pada yang namanya sejarah. Selain itu nada yang tersirat dalam puisinya Chairil Anwar yang berjudul Karawang-Bekasi jelas berbeda dengan puisinya Archibald Macleish yang berjudul The Young Dead Soldiers. Puisi Chairil Anwar mengobarkan semangat perjuangan, sedangkan puisinya Archibald Macleish itu memimpikan yang namanya perdamaian. Para penyair Indonesia itu boleh dikatakan telah mempengarui puisi yang sudah diterjemakannya.Terjemahan sebenarnya merupakan tafsir bangsa tertentu di suatu zaman tertentu terhadap karya sastra milik bangsa lain di zaman tertentu pula (Damono,2005:37).
Pada puisi Kerawang-Bekasi bisa dianggap seperti tafsir bangsa Indonesia pada zaman perjuangan fisik terhadap puisinya Archibald Macleish yang berjudul The Young Dead Soldiers tentang adanya Perang Dunia II. Jadi dengan “mengubah dirinya” karya sastra bisa menembus yang namanya ruang dan waktu.
Jadi sangat sering terjadi, pembaca tidak memiliki kesempatan dan kemampuan untuk berhubungan langsung dengan karya sastra yang berasal dari zaman atau negeri lain. Jadi bila demikian halnya maka kita tidak perlu gegabah memandang rendah seorang penyair yang terpengaruh oleh penyair lainnya. Lebih-lebih pada masalah adanya pengaruh kemiripan antara puisinya Chairil Anwar yang berjudul Kerawang-Bekasi dengan puisinya Archibald Macleish yang berjudul The Young Dead Soldiers.

Surabaya, 24 Maret 2009

Daftar Pustaka

Badudu, J.S. 1983. Sari Kesusastraan Indonesia. Bandung: CV. Pustaka Prima.

Damono, Sapardi Djoko. 2005. Pegangan Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta: Pusat Bahasa.

Hutomo, Suripan Sadi. 1993. Merambah Matahari Sastra dalam Perbandingan. Surabaya: Gaya Masa.

Jassin, H.B. 1978. Chairil Anwar Pelopor Angkatan 45. Djakarta: Gunung Agung.

Pradopo, Rachmat Djoko. 2007. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: UGM Press.

Rosidi, Ajip. 1985. Kapankah Kesusastraan Indonesia Lahir?. Jakarta: Gunung Agung.

Teeuw, A.1983. Tergantung pada Kata. Jakarta: Pustaka Jaya.




Klik "Show" untuk melihat Foto >>>>>>>>>> <<<<<<<<<< Foto melihat untuk "Show" Klik
  • Kenangan di Merbabu.
  • Kenangan di Merbabu.
  • Kenangan di Merbabu.
  • Kenangan di Merbabu.
  • Kenangan di Merbabu.
  • Merbabu dan Merapi.
  • Merbabu dan Q.
  • Merbabu dan Q.
  • Bersama kita BISA.

RepubliC_GothiC

""