MELALUI MEDIA INI AKU CERITAKAN KISAH HIDUP Q TENTANG DUKA LARA, TAWA BAHAGIA, KARENA HANYA DENGAN HURUF-HURUF INILAH AKU BISA JUJUR DENGAN DIRI KU SENDIRI

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Sastra Bandingan

Posted by Erstyn.S.N - -

BAB I
HAKIKAT
Kata “bandingan” berasal dari kata “banding” dalam konteks ini ada juga yang menyebut sastra perbandingan. “Bandingan” berarti ‘tara/timbangan’ atau ‘imbangan’. Bandingan dapat diartikan pula membanding (to compare) dari berbagai aspek. Adapun sastra bandingan juga dapat dimengerti sebagai upaya membandingkan dua karya atau lebih. Sampai detik ini konsep sastra bandingan memang belum mantap. Ketidakmamntapan ini seringkali “dimanfaatkan” oleh orang yang kurang paham, sehingga menganggap sastra bandingan sebagai disiplin yang kurang pekerjaan. Padahal, jika di luar sastra ada studi bandingan agama, misalnya, sebenarnya keberadaan sastra bandingan juga tak perlu diragukan. Bandingan tentu tentu akan member wawasan lebih luas dan objektif terhadap sebuah fenomena.
Sastra bandingan, dalam penelitian umum serta dalam kaitannya dengan sejarah ataupun dalam bidang ilmu lain, merupakan bagian dari sastra. Di dalamnya terdapat upaya bagaimana menghubungkan sastra yang satu dengan yang lain, bagaimana pengaruh antarkeduanya, serta apa yang dapat diambil dan apa yang diberikannya. Atas dasar inilah penelitian dalam sastra bandingan bersifat berpindah dari satu sastra ke sastra yang lain, kemudian dicari benang merahnya. Terkadang perpindahan ini bias dari segi lafadz- lafadz bahasa, tema, serta gambaran yang diperlihatkan sastrawan dalam tema,  ataupun hubungan dengan karya seni lain.
Unsur bahasa menjadi mutlak bagi pemerhati sastra bandingan, baik nusantara maupun tingkat dunia. Selain itu sastra bandingan bisa mencakup penelitian hubungan karya sastra dengan berbagai bidang di luar kesusastraan, seperti ilmu pengetahuan, agama, dan karya seni lain.
Penelitian sastra bandingan berangkat dari asumsi bahwa karya sastra tidak mungkin terlepas dari karya-karya yang telah ditulis sebelumnya. Bisa dikatakan penelitian sastra bandingan tak mungkin dilepaskan dari unsur kesejarahannya. Karya sastra lahir pada masyarakat yang memiliki konvensi, tradisi, pandangan tentang estetika, dan tujuan berseni, yang kemungkinan justru merupakan “rekaman” terhadap pandangan masyarakat tentang seni. Yang lebih penting lagi, sastra amat mungkin berasal dari karya sebelumnya yang dianggap mainstream. Karya-karya besar biasanya yang mengilhami karya sastra selanjutnya. Akan tetapi bisa juga sebaliknya, karya besar justru lahir karena terinspirasi karya kecil yang dicipta sebelumnya.
Asumsi dasar sastra bandingan yang paling penting adalah (1) hadirnya unsur tambhan atau pengurangan dalam karya sastra; (2) terjadinya persilangan kreativitas di otak pengarang, sering ada “tabrakan” dan “persilangan”, hingga muncul kawin silang dalam sebuah karya; (3) sadar atau tidak, pengarang adalah orang yang gemar meramu bacaan-bacaan masa silam; serta (4) pengarang tidak selau suci, bersih, atau steril dari bacaan dan pengalaman masa lalu. Dari asumsi ini jelas ada konsep pengaruh antara karya satu dan yang lain. Oleh karena itu perlu adanya bandingan yang kritis.


BAB II
SEJARAH
Seperti halnya sastra mengenal aliran atau paham, sastra bandingan pun banyak melahirkan banyak aliran. Berdasarkan sejarahnya, sastra bandingan mempunyai dua aliran, yaitu aliran Prancis yang juga disebut Aliran Lama. Dan aliran kedua dinamakan aliran Amirika, yang juga dinamakan Aliran Baru. Aliran Prancis cenderung membandingkan dua karya sastra dari dua dua Negara yang berbeda, sedang Aliran Amerika juga membandingkan karya sastra dengan disiplin ilmu lain. Pada perbincangan hubungan antara sastra dan disiplin lain, kita menemukan sedikit perbedaan mendasar antara aliran Amerika dan aliran Prancis. Sekalipun demikian, dari sisi kesejarahan, sastra bandingan telah melebar baik dari tujuan maupun aspek bandingan.
Perjalanan sastra bandingan sudah cukup jauh dan panjang, namun perkembangannya berjalan amat lamban. Wellek dan Weren (1989:287) menyatakan bahwa sasatra bandingan muncul sebagai suatu reaksi terhadap pandangan nasionalisme yang sempt para ahli kesusastraan abad ke-19 dan isolasionisme para sejarawan sastra. munculnya pandangan historis kritis menandai sastra bandingan telah memiliki tahapan panjang dalam mewujudkan karya-karyanya. Kehadiran jurnal sastra bandingan yang representative sekaligus menunjukkan bahwa segi keilmuwan sastra bandingan telah lama menarik perhatian publik, sekurang-kurangnya di Inggris dan Prancis. Kedua Negara ini tampaknya memang menjadi ujung tombak terhadap perkembangan sastra bandingan.
Antara dunia barat dan dunia timur memang terdapat perbedaan penekanan dalam sastra bandingan. Peneliti di belahan dunia timur cenderung lebih kepada sejarah dan ideology, sedangkan dunia barat masih mengalir ke satu arah. Orang Eropa lebih mementingkan soal sastra nasional, sementara orang Amerika cenderung lebih praktis. Apapun alasannya, ketika seorang ahli sastra menejajarkan dua karya sastra atau lebih sebenarnya bias dikatakan ia sudah memasuki proses sastra bandingan. Pelacakan kehadiran pengaruh karya sastra yang satu ke yang lainpun merupakan wujud sastra bandingan.
Perkembangan sastra bandingan di Indonesia tidak lepas dari induknya, yaitu Prancis dan Amerika. Bagaimana telah dikemukakan di atas, perkembangan sastra bandingan di Indonesia memang tergolong lambat. Hal itu disebabkan oleh banyak orang yang beranggapan bahwa sastra bandinagan merupakan keilmuwan yang membutuhkan bekal lebih kompleks. Sastra bandingan di Indonesia secara garis besar dapat dibagidalam empat kelompok. Pertama, sastra bandingan dalam dalam kaitan studi filologi yang dikenal sebagai kritik teks. Kedua, sastra bandingan dalam hubungannya dengan sastra lisan. Ketiga, sastra bandingan modern, yakni sastra bandingan tulis. Keempat, sastra bandingan interdisipliner, artinya menyandingkan karya sastra dengan bidang lain di luar ilmu sastra.
Penelitian sastra bandingan di Indonesia masih dilihat sebagai bahan pelengkap pemahaman terhadap sastra Indonesia. Hal tersebut memang sangat beralasan, karena pertumbuhan sastra Indonesia selalu diikuti olah karya-karya terjemahan dan saduran dari Negara luar. Kadang-kadang sastra terjemahan lebih mendahului tumbuhnya karya-karya asli sastra Indonesia. Oleh karena itu untuk memahami sastra Indonesia sangat diperlukan uraian dan penjelasan karya asing di Indonesia.
Diakui atau tidak, kehadiran sastra lisan memang menjadi pematik kehadiran sastra bandingan. Cirri kelisanan justru memungkinkan terjadinya variasi penerimaan baik oleh pengarang maupun pembaca, sehingga dapat memunculkan tanggapan yang berbeda-beda. Kondisi inilah yang menyebabkan sastra liasan mengundang sejumlah perbedaan dan persamaan. Dongeng merupakan sastra lisan yang rentan terhadap variasi kisah yang secara otomatis dapat memunculkan ratusan, bahkan ribuan, dongeng lain. Motif cerita juga dapat digunakan untuk membandingkan dongeng-dongeng dari Indonesia dan Jepang. Beberapa motif tersebut misalnya motif seorang pemuda yang mengambil pakaian atau sayap dari seorang bidadari yang mandi dilaut atau disuatu tempat mandi, motif seorang putri yang lahir adri sebatang bamboo, serte motif seorang pemuda yang kawin dengan seorang putrid laut dan sesudah kawin si pemuda ingin kembali ke atas bumi.
Harus diakui bahwa pelacakan sastra lisan sering berbaur dengan penelitian sastra bandingan dan antropologi. Berbagai upaya Levi-Strauss dalam memahami dongeng, misalnya, seringkali juga tidak berbeda dengan cara kerja sastra bandingan. Meskipun penelitian mereka masih sering sebatas tema, tetapi sedikit banyak juga memiliki andil dalam mengangkat sastra bandingan ke tingkat dunia.
BAB III
ANTARA SASTRA NASIONAL, SASTRA DUNIA, DAN SASTRA UMUM
Pengertian sastra dunia dan sastra bandingan seringkali tumpah tindih. Fridolin (1986:103) menyatakan bahwa sastra bandingan seringkali hanya mencakup hubungan antara dua negeri atau dua pengarang dari kebudayaan yang berlainan, sedangkan sastra dunia meliputi seluruh wilayah yag lebih luas, bahkan sedunia. Namun perlu disadari, sastra bandingan dapat menyumbang pemikiran terhadap sastra dunia, karena sastra dunia tidak bias tiba-tiba hadir tanpa adanya sastra bandingan.
Sastra nasional adalah karya sastra yang dibuat pengarang yang berasal dari Negara tertentu dan menggunakan bahasa nasional serta mengandung tema nasional. Sastra nasional berkemungkinan merupakn puncak- puncak dari sastra daerah.
Sastra dunia aadalah sastra yang mengandung nilai secara universal, menangkat tema yang berlaku secara umum di dunia dan tidak dibatasi oleh bahasa dan politik secara nasional. Jadi, sastra dunia yang merupakan puncak-puncak kesusastraan nasional.
Sastra umum adalah sastra yang menyangkut hal-hal umum dan berhubungan dengan karya sastra, misalnya aliran dalam karya sastra, aliran kritik dalam karya sastra, dan sejarah sastra.
Istilah dan pengertian di atas menunjukkan bahwa sastra bandingan menjadi corong yang dapat menembus tubuh sastra daerah, sastra nasional, sastra umum, dan sastra dunia. Kerja sastra bandingan yang berhasil akan membangun citra sastra daerah sampai sastra dunia. Temuan-temuan sastra bandingan menjadi jurus yang ampuh bagi perkembangan sastra sampai menuju taraf sastra agung. Atas jasa sastra bandingan, sastra daerah pun suatu saat dapat menjadi sastra dunia.


BAB IV
RUANG LINGKUP PENELITIAN
Menurut Soemanto (2000: 253-254), sastra bandingan dapat melingkupi apa saja. Menilik kemampuannya membandingkan Waiting for godot di Amerika dengan “gubahannya” di Indonesia, ia memperlihatkan kompleksitas ruang lingkup bandingannya. Soemanto membandingkan aspek aliran sastra secara sistematis disamping aspek struktur.
Kasim mengatakan bahwa bidang penelitian sastra bandingan amat luas; tiap peneliti boleh membandingkan unsur apa saja yang memiliki kemiripan. Adapun bidan-bidang pokok yang menjadi titik perhatian dalam penelitian sastra bandingan adalah:
1)      Tema dan motif, melengkapi buah pikiran, gambaran perwatakan, alur, episode, latar, dan ungkapan-ungkapan.
2)      Genre dan bentuk, stilistika, majas dan suasana.
3)      Aliran dan angkatan.
4)      Hubungan karya sastra dengan ilmu pengetahuan, agama/kepercayaan, dan karya seni.
5)      Teori sastra, sejarah sastra, dan teori kritik sastra.
Sastra bandingan merupakan ilmu yang amat kompleks. Kompleksitas sastra bandingan juga dipandang sebagai cabang sejarah sastra yang menekankan nilai historis, yakni adanya saling mempengaruhi antara karya sastra yang satu dengan karya sastra lainnya, serta pengarang dengan pengarang lainnya.
Kompleksitas sastra bandingan dapat melebar ke berbagai hal. Hal ini disebabkan oleh kompleksitas itu sendiri sudah temuat dalam sastra. semakin kompleks suatu karya sastra mengungkapkan kehidupan kian terbuka pula hadirnya bandingan.
Hal terpenting dalam bangunan sastra adalah sastra diramu dengan pengetahuan, pengalaman dan imajinasi pujangga. Dalam karya sastra modern, novel tidak lai  merupakan perkembangan dari wiracerita. Oleh karena itu, novel pun memungkinkan berhubungan dengan sejarah masa lampau. Novel merupakan bentuk sastra modern yang sarat dengan imitasi zaman. Karya sastra merupakan bentangan sebagian besar hidup manusia, termasuk tragedi kemanusiaan dan komedi kemanusiaan.


BAB V
ONTOLOGI
Baik sastra bandingan maupun bandingan sastra memerlukan kerangka pemikiran. Secara ontologis sastra bandingan dan bandingan sastra merupakan sebuah ilmu yang dengan sendirinya membutuhkan ketelitian. Pandangan kaum ontologi akan melacak hakikat sebuah ilmu itu “ada”. Sastra bandingan juga merupakansebuah cabang keilmuwansastra, hanya saja masih dalam proses mencari format yang baku. Sastra bandingan sebagai jalur keilmuan secara ontology juga memiliki konsep. Dalam sastra bandingan, konsep memang dimaknai berbeda-beda.
Ada beberapa hal yang sangat mungkin menjadi problem dalam sastra bandingan sebagai sebuah disiplin ilmu. Persoalan yang menyangkut konsep sastra bandingan, tampaknya juga menjadi problem serius. Pusat perhatian utama dalam banyak rumusan atau defenisi sastra bandingan pada umumnya terletak pada penekanan perbandingan pada dua karya atau lebih, setidak-tidaknya dari dua Negara yang berbeda.
Penelitian terhadap karya sastra lewat berbagai pendekatan tetap bermuara pada satu tujuan utama, yakni memahami secara lebih baik, lebih penuh, dan total terhadap karya bersangkutan. Bebagai bentuk pendekatan, penelitian atau telaah hanya sebuah sarana dan bukan tujuan. Jika sarana yang digunakan untuk mengkaji tepat, maka akan diperoleh makna yang lebih penuh pula dan itu berarti lebih mengintensifikan volume apresiasi terhadap karya bersangkutan. Kegitan pemahaman yang demikianlah yang diharapkan mampu mengungkap makna terselubung pada sebuah karya dan mampu mengambil manfaat darinya.
Universalisasi sastra terkadang bertolak belakang dengan ide sastra bandingan. Disatu pihak unuversalisasi menolak varian-varian sastra dari berbagai Negara, dilain pihak sastra bandingan justru sebaliknya. Gagasan universalisasi dianggap terlalu lemah ketika suatu bangsa mengedepankan identitas masing-masing. Ketika Malaysia mengklaim lagu Terang Bulan, misalnya Indonesia tidak merasa nyaman. Hal ini terjadi karena rasa kebanggaan dan kebangsaan seorang terhadap tanah airnya sulit dilepaskan.
BAB VI
EPISTEMOLOGI
Epistemoloi adalah filsafat ilmu pengetahuan, yakni ilmu filsafat yang menelaah kebenaran sebuah fenomena. Sastra bandinagn pun sebenarnya memiliki epistemologi, hanya belum terlalu dikenal oleh banyak orang. Dalam epistemologi dibicarakan antara lain usul-usul pengetahuan, sumber pengetahuan, kriteria pengetahuan dan sebagainya, serta perbedaan-perbedaan antara pengetahuan dan ilmu pengetahuan. Epistemologi berasal dari kata episteme ‘pengetahuan’ dan logos ‘ilmu pengetahuan’, sehingga secara harafiah epistemologi dapat diartikan sebagai ‘ilmu tentang pengetahuan’ atau ‘teori tentang pengetahuan’. Epistemologi sastra bandingan memungkinkan segala teknik perbandingan, pemilihan subjek, dan hal ihwal yang harus dibandingkan. Bagaimana seseorang menemukan unsur-unsur bandingan sampai membuat kesimpulan, baik teoritik maupun praktik, pun merupakan wilayah epistemologis.
Hermeneutik sastra termasuk salah satu pendekatan tafsir sastra yang menggunkan logika linguistik dalam membuat telaah atas sebuah karya sastra. Hermeneutik sastra bandingan dilakukan dengan hati-hati untuk mencermati makna tekstual dan kontekstual. Makna tekstual memerlukan pencermatan secara holoistik untuk menangkap hal-hal kontekstual, yaitu makna dibalik teks. Fenomena sastra bandingan menuntut bersatunya subjek peneliti dengan subjek pendukung objek peneliti. Keterlibatan subjek peneliti dalam memasuku beberapa teks dan menghayati menjadi salah satu ciri utama dari penelitian fenomenologi. Oleh sebab itu, dalam sastra bandingan yang memanfaatkan hermeneutika dan fenomenologi akan berhadapan dengan relativitas sastra.
Sastra bandingan akan berhadapan dengan tiga hal tentang pembuktian hasil: realita, data dan fakta. Pembuktian yang dimaksud tidak seperti penelitian ilmu eksata, melainkan lebih cenderung pada aspek klarifikasi terhadap realita, data, dan fakta. Secara sedehana realita didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dianggap ada. Realita adalah “dunia mungkin” yang kadang-kadang bersifat subjektif. Artinya, apa yang “ada” bagi seseorang belum tentu “ada” bagi yang lain, karena masing-masing memiliki pandangan yang berbeda dengan suatu hal. Fakta disini didefinisikan sebagai pernyataan tentang realita. Sesorang yang meneritakan suatu kejadian pada dasarnya adalah orang yang sedang mengemukakan fakta, mengemukakan pernyataan tentang suatu kenyataan. Fakta selalu bersifat “subjektif”, dalam arti bahwa fakta selalu dihasilakan lewat sudut pandang orang yang mengatakannya. Dadta disini dikatakan sebagai fakta yang relevan, yang berkaitan secara logis dengan masalah yang ingin dijawab atau masalah penelitian, dan dengan kerangka teori atau paradigma yang digunakan untuk menjawab masalah tersebut. Jadi, data adalah fakta yang telah dipilih dan diseleksi berdasar relevansinya.
Istilah pembuktian sebenarnya dianut oleh kaum positivistik. Semua penelitian, jika tanpa ada pembuktian atau jawaban atas masalahnya, merupakan penelitian yang tidak berhasil. Pembuktian yang kredibel diperlukan adanya kata kunci yang akan mengarahkan apakah sebuah karya sastra memiliki kemiripan dengan karya lain atau tidak. Kata kunci perlu ditemukan secara cermat agar pembuktian tidak diragukan oleh pembaca. Kata kunci yang paling mencolok apabila ditemukan pada judul dua karya atau lebih, yang memang sama, senada, sejenis, sinonim,dan seterusnya. Kata kunci dapat dibedakan dalam dua konteks, yaitu kata kunci tak langsung dan kata kunci langsung. Kata kunci meruppakan pintu untuk memasuki sastra bandingan.


BAB VII
AKSIOLOGI
Aksiologi adalah falsafah suatu kegunaan suatu ilmu. Sastra bandingan merupakan cabang ilmu sastra, yang termasuk kedalam disiplin keilmua humaniora, dan menelusuru jejak filosofi sastra bandingan. Berbagai langkah, teori, kode, dan prespektif menjadi bukti bahwa sastra bandingan merupakan sebuah ilmu yang mapan. Ciri ilmu adalah adanya upaya menemukan kebenaran dan didukung oleh data yang lengkap. Selain itu analisis yang bertanggung jawab ketika membandingkan karya satu dengan karya lain juga merupakan salah satu ciri keilmuwan. Sebagai ilmu, sastra bandingan membutuhkan bekal penguasaan dibidang lain, diluar sastra, seperti agama, filsafat, politik, sosiologi, antropologi, sejarah dan ilmu humaniora yang lain. Ilmu-ilmu lain itu diperlukan ketika peneliti hendak membandingkan antara sastra dan muatan bidang lain itu di dalam karya sastra.
Para ahli filsafat ilmu menganalisis struktur, status, serta pretensi kebenaran yang diajukan oleh teori-teori. Filsafat ilmu mengajukan usul-usul mengenai mengenai norma-norma guna menilai teori-teori bersangkutan. Ilmu sastra bandingan juga mirip dengan ilmu sastra yang lain: sedang berada pada suatu taraf yang belum memungkinkan untuk memberlakukan tuntutan tentang keberdasaran dengan ketat. Norma-norma yang berlaku sampai sekarang bersifat sementara dan sikap tentang, namun dapat digunakan untuk mengontrol penelitian dari saat ke saat.
Aspek aksiologis yang berdampak pada nilai keunggulan sastra bandingan tampaknya belum banyak dikenal. Akibatnya seringkali ilmu ini masih berkembang lambat; padahal tujuan dan manfaat sastra bandingan sulit diabaikan demi perkembangan sastra secara optimal. Sastra bandingan memiliki tujuan teoritik dan praktik. Tujuan teoritik terkait dengan perkembangan sastra pada umumnya. Sumbangan teoritik bagi sastra bandingan memberikan bekal bagi penulisan sejarah, kritik dan teori sastra. Sejarah sastra yang tidak didahului studi bandingan secara kritis menjadi kurang lengkap. Begitu pula kritik sastra dengan sendirinya akan terbantu oleh sastra bandingan. Melalui  kritik, sebuah karya sastra dapat didudukkan dalam strata regional,nasional, atau internasional. Sastra bandingan yang lengakap dapat digunakan untuk menyusun teoti sastra menyeluruh. Teori sastra dapat dihasilkan berdasarkan peta karya sastra secara lengkap setelah melalui bandingan. Teori sastra semakin kritis setelah didahului bandingan yang kritis pula.


BAB VIII
METODOLOOGI PENELITIAN
Prespektif adalah sudut pandang. Prespektif penelitian sastra bandingan terkait dengan sudut pandang apa saja yang digunakan dalam perbandingan. Prespektif ini akan menentukan sejumlah paradigma penelitian secara menyeluruh. Perspektif dapat pula disebut sifat dan atau arah studi sastra bandingan. Perspektif penelitian akan menentukan kedalaman dan keluasan studi sastra bandingan. Perspektif yang mantap akan memudahkan langkah strategis dalam menyiapkan metode dan teori yang akan digunakan untuk penelitian. Setiap perspektif juga dapat memudahkan peneliti menggali objek secara tepat.
Objek berkaitan dengan muatan apa yang terdapat dalam sastra, yang dominan dan layak dibandingkan. Persoalan objek sastra bandingan dapat terkait dengan tema, tokoh, aspek sosial, kecerasan emosi, dan sebagainya. Adapun subjek sastra bandingan berkaitan dengan karya sastra yang dibandingkan, berbentuk novel, cerpen, puisi, karya siapa, dan sebagainya. Subjek juga behubungan dengan tahun pencipta karya, karya saduran, terjemahan dan karya asli. Sastra bandingan merupakan salah satu ranah studi sastra yang memerlukan objek khusus. Objek perlu dipilih atau diseleksi agar penelitian berjalan dengan maksimal. Penentuan objek sama halnya dengan metode pengumpulan data pada penelitian yang lain. Bedanya objek sastra bandingan berserakan di mana-mana.
Pemilihan objek dan subjek penelitian semestinya melalui pendekatan yang baik. Hal ini kembali pada peneliti dalam menari dan menggunakan kaidah pendekatan yang paling sesuai dan paling efektif. Menurut hemat penulis, perspektif pemilihan utama untuk menentukan objek dan subjek meliputi aspek pararel yang menjadi tumpuan untukmenyeleksi bahan, varian, yaitu munculnya kemiripan dalam hal, tokoh, ritme, tipografi, dan unsur-unsur lain. Dengan cara mencermati pararel, peneliti bisa menentukan fokus penelitian. Meskipun demikian kegagalan menemui aspek varian dalam memilih bahan juga berpengaruh pada sukses atau tidaknya suatu penelitian.
Cara pengumpulan data sastra bandingan memang tidak jauh berbeda dengan penelitian sastra pada umumnya. Hanya saja, sastra bandingan membutuhkan tahap-tahap yang lebih taktis. Salah langkah dalam pengumpulan data, hasil penelitian akan sia-sia. Pembacaan harus terus-menerus dilakukan sehingga memperoleh data yang akurat. Oleh karena itu langkah pengumpulan data perlu dicermati agar menemukan data yang sahih dan valid. Akurasi data didukung oleh penguasaan teori sastra, kritik sastra, sejarah sastra dan hubunganinterdisipliner sastra. Ketidakmampuan menguasai berbagai prasyarat penelitian sastra bandingan dapat menyulitkanpeneliti.
Pendekata yang perlu diambil dalam studi sastra bandingan setidaknya meliputi tiga macam, yaitu, pertama, sastra bandingan folkloristik. Kedua, sastra bandingan komparatif dan yang ketiga adalah sastra bandingan supratekstual. Ketiga pendekatan tersebut akan melahirkan model-model penelitian sastra bandingan. Model adalah suatu bentuk perumpamaan yang memudahkan peneliti sastra bandingan membaca data secara lengkap. Model penelitian sastra bandingan merupakan skema yang lebih dekat dengan asumsi dasar. Model ini merupakan perumpamaan tentang gejala yang dipelajari dan menjadi pembimbing seorang peneliti sastra bandingan dalam mempelajari gejala tersebut.
Analisis sastra bandingan memerlukan ketelitian yang jernih. Adapun yang dibutuhkan ketika menganalisis adalah konstruk analitis harus jelas, tegas dan mengarah ke sastra bandingan. Analisis selalu menuju pada penemuan reaksi antara karya sastra dengan aspek lain. Kesejajaran merupakan tumpuan analisis. Fokus analisis selalu dikaitkan antara teks yang satu dengan teks yang lain.sikap apriori dalam analisis sebaiknya dihindarkan, sebaliknya analisis dilakukan secara mendalam agar mampu menemukan hipogram, tradisi,dan afinitas yang memadai.


BAB IX
INTERDISIPLINER
Interdisipliner sastra, menurut hemat penulis, merupakan sebuah pemikiran baru. Upaya ini untuk menjembatani seluruh muatan sastra yang tidak tertangkap dalam penelitian sastra. Itulah sebabnya, ada baiknya apabila sastra bandingan melengkapi diri dengan lebih dari satu disiplin ilmu. Interdisipliner sastra menjadi corong pemahaman sastra multidimensi. Karya sastra tidak sekedar sebagai dokumen imajinatif, melainkan memiliki dunia realitas. Sastra, yang sesungguhnya hasil khyalan pengarang, dapat memuat jutaan makna. Sastra bandingan lewat jalur interdisipliner akan membantu kelengkapan makna.
Sastra bandingan menjadi alternatif pemahaman sastra. Ketika cabang lain sudah menyerah, sastra bandingan justru bagai ladang basah dan empuk bagi yang hendak memahami sastra lebih dalam. Rumusannya tentang sastra bandingan sebagai metode dalam studi sastra mengaplikasikan dua cakupan. Pertama, satstra bandingan menyiratkan pengetahuan lebih dari satu bahasa, sastra, dan pengetahuan serta penerapan disiplin-disiplin ilmu lain suatu negara untuk studi sastra. Kedua, sastra bandingan  mengandung ideologi yang mencakup “dunia sana”. Dunia sana meliputi sastra marjinal dalam berbagai makna kemarjinalitasannya, genrenya, berbagai jenis teksnya, dan sebagainya.
Sastra abndingan merupakan sebuah studi teks across-cultural. Studi ini merupakan upaya interdisipliner, yakni lebih banyak memperhatikan hubungan sastra menurut aspek wakru dan tempat. Dari aspek waktu, sastra bandingan dapat membandingkan dua atau lebih periode yang berbeda, sedangkan secara konteks tempat akan mengikat sastra bandingan menurut wilayah geografis sastra. Konsep ini mempresentasikan bahwa sastra bandingan memang cukup luas, bahkan pada perkembangan selanjutnya konteks sastra bandingan tertuju pada bandingan sastra dengan bidang lain. Bandingan ini dilakukan untuk merunut keterkaitan aspek-aspek kehidupan, didalamnya termasuk budaya. Sastra bandingan juga dapat meliputi aspek pengaruh, sumber ilham, proses pengambilan ilham atau pengaruh data dantema dasar.
BAB  X
PENELITIAN INTERTEKSTUAL DAN INTRATEKSTUAL
Secara teoritik kita dapat melakukan berbagai macam bandingan, di antaranya bandingan intratekstual seperti studi filologi, yang menitikberatkan pada kritik teks untuk mencari keaslian, babon naskah, atau sumber tema, misalnya bandingan Narasoma Maling, Darmagandul, dan Wulang Reh; serta bandingan intertektual, antara dua kurun waktu sastra yang berbeda, sinkronik, dan atau diakronik. Bandingan intertekstual dapat dilakukan karya sastra antardaerah, negara, genre, atau pengarang yang diperkirakan ada keterkaitan. Bandingan intertekstual dan intratekstual sebenarnya ditentukan oleh objek dan subjek penelitian.
Sastra bandinagn dan penelitian intertektual sastra memiliki kesamaan dan keluasan cakupan. Penelitian intertekstual hanya berlaku antara karya sastra dan karya sastra, sedang sastra bandingan bisa lebih dari itu, yaitu membandingkan sastra dengan bidang lain. Studi intertekstualitas mempelajari keseimbangan antara unsur intrinsik dan ekstrinsik  teks yang disesuaikan dengan fungsi teks di masyarakat.
Tugas peneliti sastra bandingan adalah menemukan barisan teks-teks lain yang terpantul  dalam teks sastra baru. Barisan teks-teks tersebut ada yang kaku, kasar dan ada pula yang sengaja diperlunak. Seluruh barisan teks merujuk aspek kesejarahan teks dan makna yang mendasar. Oleh sebab itu, intertekstualitas amat dihargai demi terwujudnya makna yang dapat dipertanggungjawabkan.
Istilah epigon, plagiat, dan terjemahan pasti terdapat dalam sastra bandingan. Ketiganya dapat diungkap melalui studi interteks. Ketiganya apabila didengar oleh pengarang memang tampak memerahkan telinga. Harga diri pengarang diuji oleh tiga sebutan itu. Apapun alasannya, sastra epigonistik, plagiarisme, dan terjemahan menggoda studi sastra bandingan. Terlebih lagi kalau pengarang tidak secara berterus terang bahwa karyanya berupa plagiat, epigin, dan terjemahan, jelas mengusik perhatian sastra bandingan.
Epigon secara etimologi berasal adri bahasa latin, yaitu epigonos atau epigignestai, yang berarti “terlahir kemudian”. Penulis juga kurang sependapat dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa epigon berarti orang yang tidak memiliki gagasan baru dan hanya mengikuti jejak pemikiran atau seniman yang mendahuluinya.


BAB XI
KETERJALINAN TEKS DAN KONTEKS
Keterjalinan teks dan konteks sastra tidak mungkin terhindarkan. Dengan adanya komunikasi yang serba canggih, peristiwa teks yang satu dapat membonceng teks yang lain hampir selalu ada di mana-mana. Keterjalinan dan saling pengaruh antarkesusastraan serumpun itu dapat dilihat dengan hadirnya karya-karya warisan Hindu dalam kesusastraan Melayu yang tidak sedikit diantaranya merupakan saduran dari karya-karya yang sudah ada sebelumnya dalam kesusastraan Jawa. Sebaliknya, tidak sedikit karya warisan zaman Islam hadi dalam kesusastraan Jawa, Sunda, dan Madura bukan melalui sumber Arab dan Persia, melainkan melalui sumber-sumber dari kesusastraan Melayu.
Berbagai motif yang berkaitan dengan kutukan , kebijaksaan, dan kesaktian mewarnai cerita rakyat di Jawa, Sunda dan Bali. Barangkali itu pula sebabnya sastra bandingan yang membicarakan cerita rakyat Jawa, Sunda dan Bali lebih banyak membandingkan motif ceritanya. Sungguh unik , beberapa etnis yang memiliki bahasa berbeda, tetapi memiliki keterjalinan teks. Mungkin sekali kemiripan terjadi akibat adanya ide yang sama, mungkin pula ada kontak antarpencerita yang menguasai bahasa etnis lain, bahkan bisa terjadi melalui perantara bahasa Indonesia yang dikisahkan kembali dalam bahasa daerah. Apapun prosesnya, keterjalinan teks dapat dilacak oleh sastra bandingan.
Perbandingan yang dilakukan dengan melibatkan interdisipliner metode pendekatan estetika resepsi. Hal ini dimungkinkan karena ada satu bentuk karya sastra Jawa klasik, “Asmaradana”, yang diresepsi secara produktif oleh tiga sastrawan Indonesia modern, yaitu Danarto, Goenawan Mohamad, dan Subagio Sastrowadojo. Pembahasan  demikian menunjukkan bahwa keterkaitan antar teks sastra sering terjadi resiprokal, atau timbal balik. Dalam konsepsi sastra bandingan tidak ada yang lebih dominan antara sastra lokal dan nasional. Keduanya bisa saling isi-mengisi. Keduanya saling berebut pengaruh dalam penciptaan teks-teks inovatif. Entah tujuan apa yang akan diraih oleh setiap sastrawan, tegasnya keterjalinan antar teks itu tetap perlu dilacak.

Klik "Show" untuk melihat Foto >>>>>>>>>> <<<<<<<<<< Foto melihat untuk "Show" Klik
  • Kenangan di Merbabu.
  • Kenangan di Merbabu.
  • Kenangan di Merbabu.
  • Kenangan di Merbabu.
  • Kenangan di Merbabu.
  • Merbabu dan Merapi.
  • Merbabu dan Q.
  • Merbabu dan Q.
  • Bersama kita BISA.

RepubliC_GothiC

""