I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Dewasa
ini, era globalisasi telah merambah ke berbagai belahan dunia. Makin maraknya
barang-barang luar negeri yang berdatangan ke Indonesia menjadi suatu hal yang
tak asing lagi. Mulai dari produk Cina hingga produk yang berasal dari negeri
Paman Sam itu. Namun, hal ini sepertinya tidak menjadi masalah terhadap karya-karya
sastra di Indonesia sendiri.
Mengapa
demikian? Hal ini karena karya-karya sastra di Indonesia memiliki tempat
sendiri dihati para penggemarnya. Ya, itulah keunggulan orang-orang Indonesia
yang gemar membaca. Apalagi kalau karya sastra itu berupa puisi, pasti sudah
tak asing lagi di mata orang-orang Indonesia.
Puisi-puisi
karya orang-orang Indonesia. Bisa terbilang banyak sekali bahkan ada pula puisi
yang tidak dicantumkan identitasnya atau yang biasa disebut dengan puisi
anonim. Puisi-puisi itu menjadi cikal bakal akan lahirnya puisi-puisi lagi pada
setiap generasi yang berbeda.
Ada
dua puisi yang mengandung unsur kemiskinan dan penderitaan yang dialami oleh
rakyat di Indonesia. Puisi-puisi itu yakni puisi Kepada Peminta-minta karya Chairil Anwar dan Puisi Gadis Peminta-peminta karya Toto S.
Bachtiar. Sekilas dapat kita lihat adanya persamaan pada kedua puisi itu yakni
adanya kata Peminta-minta. Namun,
belum tentu hanya karena melihat judulnya sama maka isinya sama pula atau
memang benar isinya serupa.
Oleh
karena itu, melalui makalah ini penulis ingin mengkaji lebih dalam mengenai isi
yang terkandung dalam kedua puisi itu. Penulis menggunakan tinjuan struktural
guna mengupas lebih dalam isi yang terdapat dalam kedua puisi itu untuk
mendapatkan perbandingan di antara keduanya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka penulis merumuskan sebuah
rumusan masalah yakni “Bagaimana diksi,
citraan, bahasa kias, sarana retorika, bait dan baris, nilai bunyi, persajakan,
narasi, emosi, dan ide dalam puisi Kepada
Peminta-minta karya Chairil Anwar dan puisi Gadis Peminta-minta karya Toto S.
Bachtiar?”
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulis membandingkan puisi Kepada
Peminta-minta karya Chairil Anwar dan puisi Gadis Peminta-minta karya Toto S.
Bachtiar adalah:
µ Untuk mengetahui pemanfaatan unsur-unsur pembangun
seperti: diksi, citraan, bahasa kias, bait dan baris, nilai bunyi, persajakan,
narasi, emosi, dan ide dalam puisi Kepada Peminta-minta karya Chairil Anwar
dan puisi Gadis Peminta-minta karya
Toto S. Bachtiar.
µ Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat membantu
penikmat dalam memahami puisi Kepada
Peminta-minta karya Chairil Anwar dan puisi Gadis Peminta-minta karya Toto S.
Bachtiar, serta dapat membantu penikmat dalam memilih karya
sastra yang bernilai tinggi.
µ Sebagai
salah satu tugas akhir mata kuliah kajian sastra bandingan untuk syarat dapat
mengikuti UAS.
II. Landasan Teori
2.1. Hakikat Puisi
Sebuah
karya sastra merupakan sebuah karya otonom mandiri yang terstruktur[1].
Karena terstruktur, maka karya sastra tersebut dibangun oleh unsur-unsurnya
berupa tema, latar belakang, tokoh, plot, dll.
Semua unsur-unsur itu saling berhubungan dan menjadikan karya sastra itu
menjadi karya sastra yang utuh.
Struktur fisik
puisi adalah medium untuk mengungkapkan makna yang hendak disampaikan penyair.
I.A. Richards menyebutkan makna atau struktur batin itu dengan istilah hakikat
puisi (1976:180-181). Ada empat unsur hakikat puisi, yakni: tema (sense),
perasaan penyair (feeling), nada atau sikap penyair terhadap pembaca (tone),
dan amanat (intention). Keempat unsur itu menyatu dalam wujud penyampaian
bahasa penyair.
a)
Tema
Tema merupakan gagasan pokok yang dikemukakan oleh penyair. Pokok pikiran
itu begitu kuat mendesak dalam jiwa penyair, sehingga menjadi landasan utama
pengucapannya.
b)
Perasaan
Dalam menciptakan puisi, suasana perasaan penyair ikut diekspresikan dan
harus dapat dihayati oleh pembaca. Untuk mengungkapkan tema yang sama, penyair
yang satu dengan perasaan yang berbeda dari penyair lainnya.
c)
Nada
Nada puisi adalah sikap penyair kepada pembaca. Jika nada merupakan sikap
penyair terhadap pembaca, maka suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah
membaca puisi itu atau akibat psikologis yang ditimbulkan puisi itu terhadap
pembaca.
d)
Amanat
Amanat yang hendak disampaikan oleh penyair dapat ditelaah setelah memahami
tema, rasa, dan nada puisi itu. Tujuan atau amanat merupakan yang mendorong
penyair untuk menciptakan puisinya.
III Pembahasan
3.1 Puisi Utuh
“Kepada Peminta-Minta” Karya Chairil Anwar
Baiklah,
baiklah, aku akan menghadap dia
Menyerahkan
diri dan segala dosa
Tapi
jangan tentang aku lagi
Nanti
darahku menjadi beku
Jangan lagi kamu
bercerita
Telah tercacar semua di
muka
Nanah meleleh dari muka
Sambil berjalan kau
usap jua
Bersuara
tiap kau melangkah
Mengerang
tiap kau memangdang
Menentas
dari suasana kau datang
Sembarang
kau merebah
Mengganggu dalam
tidurku
Menghempas diri di bumi
keras
Di bibirku terasa pedas
Mengaum di telingaku
Baik,
baik aku akan menghadap dia
Menyerahkan
diri dan segala dosa
Tapi
jangan tentang aku lagi
Nanti
darahku jadi beku
“Gadis
Peminta-Minta” Karya Toto S. Bachtiar
Setiap kali bertemu, gadis kecil
berkaleng kecil
Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa
Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa
Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil
Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok
Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan
Gembira dari kemayaan riang
Duniamu yang lebih tinggi dari menara
katedral
Melintas-lintas di atas air kotor, tapi yang begitu kau hafal
Jiwa begitu murni, terlalu murni
Untuk bisa membagi dukaku
Melintas-lintas di atas air kotor, tapi yang begitu kau hafal
Jiwa begitu murni, terlalu murni
Untuk bisa membagi dukaku
Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng
kecil
Bulan di atas itu, tak ada yang punya
Dan kotaku, ah kotaku
Hidupnya tak lagi punya tanda
Bulan di atas itu, tak ada yang punya
Dan kotaku, ah kotaku
Hidupnya tak lagi punya tanda
3.2 Pembahasan
Metode pembahasan
yang dipergunakan adalah metode analisis, yaitu cara-cara mengkaji atau
menganalisis unsur struktural puisi Kepada
Peminta-minta karya Chairil Anwar dan puisi Gadis Peminta-minta karya Toto S.
Bachtiar yang dijadikan objek pembahasan untuk mengetahui diksi,
citraan, bahasa kias, sarana retorika, bait dan baris, nilai budaya,
persajakan, emosi, ide, serta pengalaman jiwa yang dipergunakan oleh
pengarangnya. Langkah-langkah yang akan ditempuh dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut: pertama
menemukan persamaan di antara kedua puisi itu, kedua membandingkan bahasa puisi seperti: diksi, citraan, kiasan; ketiga
membandingkan
bentuk puisi: bait dan baris, nilai bunyi, persajakan; keempat membandingkan isi puisi: narasi, emosi, dan ide
3.2.1 Persamaan Kedua Puisi
Membandingkan
dua puisi perlulah mengetahui terlebih dahulu persamaan apa saja yang terdapat
dalam ke dua puisi ini. Persamaan itu berasal dari tema yang diangkat yakni
kedua puisi ini sama-sama membahas mengenai sebuah kemiskinan yang melanda para
peminta-minta. Peminta-minta yang selalu menderita ketika meminta-minta. Selain
itu, kehidupan yang digambarkan dalam puisi ini sama yakni kehidupan yang penuh
duka dan jauh dari gemerlap dunia.
Selain
itu, pemakaian akulirik yang sama. Hal ini karena sama-sama memandang antara
akulirik dengan objeknya (peminta-minta).
3.2.2 Perbandingkan Bahasa Puisi
Perbandingan
bahasa puisi yang terdapat dalam kedua puisi akan dikaji dengan tiga hal yakni
diksi, citraan dan kiasan. Berikut ini adalah pembahasan mengenai perbandingan
bahasa puisi pada kedua puisi tersebut:
a) Diksi
Persoalan
pemilihan kata merupakan masalah yang sungguh-sungguh esensial untuk melukiskan
dengan sejelas-jelasnya wujud dan perincian materi. Diksi sendiri berarti
pemilihan kata, yaitu pemilihan kata yang digunakan penyair untuk mencari kata
yang tepat dan sesuai dengan bentuk puisi dan tema yang dikandungnya, sehingga
menghasilkan jiwa penyair secara tepat, setidak-tidaknya mendekati kebenaran.
Kata-kata
yang dipergunakan dunia persajakan di samping memiliki arti denotatif dapat
pula memiliki arti konotatif. Berikut perbandingan pemakaian kata-kata
konotatif dalam kedua puisi tersebut:
Bait
|
Kepada
Peminta-minta
|
Gadis
Peminta-minta
|
1
|
Menyerahkan
diri dan segala dosa
(baris
2)
|
Senyumnya
terlalu kekal untuk kenal duka
(baris
2)
|
Nanti
darahku menjadi beku
(baris
4)
|
Tengadah
padaku, pada bulan merah jambu
(baris
3)
|
|
Tapi
kotaku jadi hilang, tanpa jiwa
(baris
4)
|
||
2
|
Nanah
meleleh dari muka
(baris
1)
|
Gembira
dari kemayaan riang
(baris
4)
|
3
|
Mengerang
tiap kau memandang
(baris
2)
|
Duniamu
yang lebih tinggi dari menara katedral
(baris
1)
|
Jiwa
begitu murni, terlalu murni
(baris
3)
|
||
4
|
Menghempas
diri di bumi keras
(baris
2)
|
Bulan
di atas itu, tak ada yang punya
(baris
2)
|
Hidupnya
tak lagi punya tanda
(baris
4)
|
||
5
|
Menyerahkan
diri dan segala dosa
(baris
2)
|
|
Nanti
darahku menjadi beku
(baris
4)
|
Dari
tabel di atas dapat dilihat bahwa pemakaian diksi cenderung lebih ditonjolkan
dalam puisi Gadis Peminta-minta. Tak
seperti Chairil Anwar yang lebih banyak menggunakan kata-kata denotatif dalam
penulisan puisinya.
b) Citraan
Citraan
atau imagi (imageri) adalah gambaran angan yang timbul setelah seseorang
membaca karya sastra dalam hal ini puisi. Imageri dapat kita pakai sebagai hal
untuk memperkuat serta memperjelas daya bayang pikiran manusia dan nantinya
akan menjelmakan gambaran nyata.
Citraan
yang terdapat dalam kedua puisi ini meliputi citraan penglihatan, citraan
pendengaran, dan citraan gerak. Berikut ini perbandingan citraan yang terdapat
pada kedua puisi tersebut:
Citraan
|
Kepada
Peminta-minta
|
Gadis
Peminta-minta
|
Penglihatan
|
Nanti
darahku jadi beku
(bait
1 & 5, baris 4)
|
Senyummu
terlalu kekal untuk kenal duka
(bait
1, baris 2)
|
Telah
tercacar semua di muka
(bait
2, baris 2 )
|
Tengadah
padaku, pada bulan merah jambu
(bait
1, baris 3)
|
|
Nanah
meleleh dari muka
(bait
2, baris 3)
|
Pulang
ke bawah jembatan yang melulur sosok
(bait
2, baris 2)
|
|
Sembarang
kau merebah
(bait
3, baris 4)
|
Duniamu
yang lebih tinggi dari menara katedral
(bait
3, baris 1)
|
|
Bulan
di atas itu, tak ada yang punya
(bait
4, baris 2)
|
||
Pendengaran
|
Bersuara
tiap kau memandang
(bait
3, baris 1)
|
|
Mengaum
di telingaku
(bait
4, baris 4)
|
||
Gerak
|
Sambil
berjalan kau usap jua
(bait
2, baris 4)
|
Melintas-lintas
di atas air kotor, tapi yang begitu kau hafal
(bait
3, baris 2)
|
Berdasarkan
tabel di atas, dapat dilihat perbandingan citraan yang terdapat dalam kedua
puisi tersebut. Puisi Kepada
Peminta-minta memiliki citraan pendengaran, sedangkan puisi Gadis peminta-minta tidak memiliki
citraan pendengan di dalamnya.
c) Bahasa
Kias
Bahasa
kias atau gaya bahasa adalah suatu alat untuk melukiskan, menggambarkan,
menegaskan inspirasi atau ide dalam bentuk bahasa dengan gaya yang mempesona
(Jalil, 1985: 31). Gaya bahasa yang terdapat dalam puisi ini adalah hiperbola.
Berikut ini perbandingan gaya bahasa hiperbola yang terdapat dalam puisi
tersebut:
Gaya
Bahasa
|
Kepada
Peminta-minta
|
Gadis
Peminta-minta
|
Hiperbola
|
Nanti
darahku jadi beku
(bait
1 & 5, baris 4)
|
Senyummu
terlalu kekal untuk kenal duka
(bait
1, baris 2)
|
Nanah
meleleh dari muka
(bait
2, baris 3)
|
Duniamu
yang lebih tinggi dari menara katedral
(bait
3, baris 1)
|
|
Menghempas
diri di bumi keras
(bait
4, baris 2)
|
||
Mengaum
di telingaku
(bait
4 baris 4)
|
Dari
tabel di atas, dapat kita lihat perbandingan gaya bahasa hiperbola yang
digunakan. Puisi Kepada Peminta-minta
cenderung menggunakan gaya bahasa hiperbola, sedangkan puisi Gadis Peminta-minta lebih sedikit
pemakaian gaya bahasa hiperbola.
3.2.3 Perbandingan Bentuk Puisi
Perbandingan
bentuk puisi yang terdapat dalam kedua puisi akan dikaji dengan tiga hal yakni bait dan baris, nilai bunyi, persajakan.
Berikut ini adalah pembahasan mengenai perbandingan bahasa puisi pada kedua
puisi tersebut:
a) Bait dan baris
Puisi-puisi pada masa sekarang ini mempunyai bentuk bait
dan baris yang berbeda-beda. Adapun bait dan baris yang terdapat dalam puisi
tersebut nampak sebagai berikut:
No
|
Bentuk Puisi
|
Kepada Peminta-minta
|
Gadis Peminta-minta
|
1
|
Bait
|
Terdapat 5 bait
|
Terdapat 4 bait
|
2
|
Baris
|
Tiap
bait terdiri dari 4 baris
|
Tiap
bait terdiri dari 4 baris
|
Dapat
terlihat melalui tabel di atas bahwa puisi Kepada
Peminta-minta memiliki jumlah bait yang lebih banyak daripada puisi Gadis Peminta-minta.
b) Nilai bunyi
Nilai
bunyi erat hubungannya dengan ritme dan rima. Tarigan (1985: 37-38), membagi
nilai bunyi menjadi dua macam yakni euphony dan cacophony. Euphony adalah
perulangan bunyi atau rima yang cerah, ringan, yang menunjukkan kegembiraan serta
keceriaan dalam dunia puisi. Biasanya bunyi-bunyi i, e, dan a merupakan bunyi
keceriaan. Cacophony adalah perulangan bunyi-bunyi yang berat menekan,
menyeramkan, mengerikan seolah-olah seperti suara desau atau suara burung
hantu. Biasanya bunyi-bunyi seperti ini diwakili oleh vokal-vokal o, u, e, atau
diftong au.
Nilai bunyi memang mempengaruhi
dalam pembentukan ritme dan rima dalam kedua puisi tersebut. Adapun nilai bunyi yang terdapat dalam kedua
puisi tersebut nampak sebagai berikut:
Nilai Bunyi
|
Kepada Peminta-minta
|
Gadis Peminta-minta
|
Bait 1
|
Cacophony
|
Euphony
|
Bait 2
|
Euphony
|
Euphony
|
Bait 3
|
Euphony
|
Euphony
|
Bait 4
|
Cacophony
|
Euphony
|
Bait 5
|
Cacophony
|
-
|
Berdasarkan
tabel di atas, nilai bunyi yang dominan pada puisi Kepada Peminta-minta yakni nilai bunyi cacophony yang menandakan
keadaan yang mencekam dan mengerikan. Pada puisi Gadis Peminta-minta didominasi oleh nilai bunyi euphony yang
menandakan kegembiraan atau keceriaan.
c) Persajakan
Persajakan
ada dua macam, yaitu persajakan berdasarkan tempat dan persajakan susunan.
Berdasarkan tempat masih dibagi lagi, yaitu persajakan awal dan persajakan
akhir. Persajakan awal, yaitu apabila perulangan bunyi terdapat pada tiap-tiap
awal perkataan. Persajakan akhir apabila perulangan itu dijumpai pada akhir setiap
kata dalam satu baris. Berdasarkan susunannya persajakan masih dibagi lagi,
yaitu persajakan berangkai, berulang dan berpeluk. Persajakan berangkai apabila
persamaan bunyi aa, bb, cc dan seterusnya. Persajakan berulang apabila
persamaan bunyinya abac, cdce. Persajakan berpeluk apabila persamaan bunyinya
abba, cddc (Tarigan, 1985: 35-36).
Puisi
Kepada Peminta-minta ini mempunyai
persajakan bebas, karena tidak dibatasi oleh kesemua hal yang telah kami
kemukakan. Sama halnya dengan Puisi Gadis
Peminta-minta, puisi ini juga sama berbeda dengan aturan persajakan yang
telah dikemukakan.
3.2.4 Perbandingan Isi Puisi
Perbandingan
isi puisi yang terdapat dalam kedua puisi akan dikaji dengan tiga hal yakni
narasi, emosi, dan ide. Berikut ini adalah pembahasan mengenai perbandingan
bahasa puisi pada kedua puisi tersebut:
Isi
Puisi
|
Kepada
Peminta-minta
|
Gadis
Peminta-minta
|
Narasi
|
Puisi
ini menceritakan tentang seseorang yang merasa kasihan terhadap
peminta-minta. Merasakan empati saat melihat peminta-minta itu selalu
mengemis dengan wajah dan suara yang membuat orang merasa kasihan bila
melihat itu.
|
Puisi
ini menceritakan seseorang yang merasa empati terhadap gadis kecil yang
meminta-minta dengan sebuah kaleng kecil. Seseorang itu ingin merasakan
kegembiraan yang dirasakan oleh gadis kecil itu. Namun, orang-orang dalam
kota itu telah mati rasa terhadap keberadaan peminta-minta.
|
Emosi
|
Emosi
yang dirasakan oleh penyair dalam puisi ini adalah rasa kasihan ketika
melihat peminta-peminta. Hal ini diungkapkan penyair berikut ini:
Baik, baiklah, aku
akan menghadap dia
Menyerahkan diri dan
segala dosa
Dapat
dilihat bahwa penyair begitu empati kepada peminta-minta seraya ingin
merasakan pula hal yang dirasakan oleh peminta-minta tersebut
|
Emosi
yang dirasakan oleh penyair dalam puisi ini adalah rasa kasihan ketika
melihat peminta-peminta itu seorang gadis kecil. Hal ini diungkapkan penyair
berikut ini:
Ingin aku ikut, gadis
kecil berkaleng kecil
Pulang ke bawah
jembatan yang melulur sosok
Dapat
dilihat bahwa sang penyair merasa empati dan ingin merasakan pula apa yang
dirasakan oleh gadis kecil itu
|
Ide
|
Ide
yang dikemukakan dalam puisi ini yakni tentang peminta-minta yang setiap hari
harus merengek minta sedekah kepada orang-orang. Selain itu, berisi juga
nilai-nilai sosial mengenai orang-orang yang mengemis hanya untuk tetap
hidup.
|
Ide
yang dikemukakan dalam puisi ini yakni tentang peminta-peminta itu seorang
gadis kecil yang hidup di bawah jembatan dan tetap tersenyum walaupun hidup
yang dialaminya sangat sulit. Selain itu, nilai sosialnya berupa
kebijaksanaan sebuah kota yang tak lagi memikirkan nasib anak-anak kecil yang
meminta-minta agar tetap bertahan hidup.
|
IV. Penutup
4.1 Kesimpulan
Dari kedua puisi ini yakni Puisi Kepada Peminta-minta dan puisi Gadis Peminta-minta memiliki persamaan
dan perbedaan. Persamaan dan perbedaan itu untuk menemukan sebuah kualitas
karya sastra yang baik.
Persamaan
dalam kedua puisi ini yaitu tema yang diangkat oleh kedua puisi ini sama-sama
membahas mengenai sebuah kemiskinan yang melanda para peminta-minta.
Peminta-minta yang selalu menderita ketika meminta-minta. Selain itu, kehidupan
yang digambarkan dalam puisi ini sama yakni kehidupan yang penuh duka dan jauh
dari gemerlap dunia. Selain itu, pemakaian akulirik yang sama. Hal ini karena
sama-sama memandang antara akulirik dengan objeknya (peminta-minta).
Perbedaannya
dapat dilihat melalui tiga pokok pembahasan yaitu melalui bahasa puisi, bentuk
puisi, dan isi puisi. Ketika pokok pembahasan ini memiliki persamaan juga di
dalamnya. Namun lebih dominan perbedaan yang terkandung di dalam kedua puisi
ini.
Melalui
bahasa puisi, terdiri tiga pembahasan yaitu diksi, citraan, dan kiasan. Pemakaian
diksi cenderung lebih ditonjolkan dalam puisi Gadis Peminta-minta. Tak seperti Chairil Anwar yang lebih banyak
menggunakan kata-kata denotatif dalam penulisan puisinya. Pemakaian citraan
pada puisi Kepada Peminta-minta memiliki
citraan pendengaran, sedangkan puisi Gadis
peminta-minta tidak memiliki citraan pendengan di dalamnya. Pemakaian gaya
bahasa pada Puisi Kepada Peminta-minta
cenderung menggunakan gaya bahasa hiperbola, sedangkan puisi Gadis Peminta-minta lebih sedikit
pemakaian gaya bahasa hiperbola.
Melalui
bentuk puisi, terdiri dari tiga pembahasan yaitu bait dan baris, nilai bunyi, persajakan.
Puisi Kepada Peminta-minta memiliki
jumlah bait yang lebih banyak daripada puisi Gadis Peminta-minta. Nilai bunyi yang dominan pada puisi Kepada Peminta-minta yakni nilai bunyi
cacophony, sedangkan pada puisi Gadis
Peminta-minta didominasi oleh nilai bunyi euphony. Puisi Kepada Peminta-minta dan puisi Gadis Peminta-minta ini sama-sama
mempunyai persajakan bebas, karena tidak dibatasi oleh kesemua hal yang telah
kami kemukakan.
Melalui
isi puisi, terdiri dari tiga pembahasan yaitu narasi, emosi, dan ide. Narasi
pada puisi Kepada Peminta-minta menceritakan
tentang seseorang yang merasa kasihan terhadap peminta-minta. Narasi pada puisi
Gadis Peminta-minta menceritakan
seseorang yang merasa empati terhadap gadis kecil yang meminta-minta dengan
sebuah kaleng kecil. Emosi yang ditunjukkan pada kedua puisi ini sama-sama
menunjukkan rasa kasihan dan empati terhadap peminta-minta. Ide pada puisi Kepada Peminta-minta yakni tentang
peminta-minta yang setiap hari harus merengek minta sedekah kepada orang-orang.
Ide pada puisi Gadis Peminta-minta yakni
peminta-peminta itu seorang gadis kecil yang hidup di bawah jembatan dan tetap
tersenyum walaupun hidup yang dialaminya sangat sulit.
.
Daftar Pustaka
Dharma, Budi.
1984. Moral Dalam Sastra,(Dalam Andy Zoelton, ed.). Budaya Sastra. Jakarta:
C.V. Rajawali.
Faruk. 2003. Pengantar
Sosiologi Sastra.
Jakarta: Pustaka Pelajar.
Guntur, Tarigan
Henry. 1985. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: PN. Angkasa.
Ratna, Nyoman
Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Waluyo, Herman.
1991. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.
Zulfahnur.
2006. Sastra Bandingan. Jakarta: UNJ
Zulfahnur
dan Sayuti Kurnia. 1996. Sastra Bandingan. Jakarta: Depdikbud
Posting Komentar