BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Masalah
Pemerolehan
bahasa oleh anak merupakan suatu proses menakjubkan yang terjadi sangat singkat
dan menjadi perhatian oleh para pembelajar bahasa dan ahli psikolinguistik.
Pemerolehan bahasa yang terjadi pada manusia tanpa disadari itu merupakan
proses yang rumit tetapi mampu dilalui hanya dalam hitungan waktu. Pemakaian
bahasa terasa lumrah karena memang tanpa diajari oleh siapa pun seorang bayi
akan tumbuh bersama dengan pertumbuhan bahasanya. Pemerolehan bahasa yang
terjadi berawal dari mengujarkan satu bentuk bunyi yang akan berkembang menjadi
ujaran kata, dua kata bahkan menjadi kalimat yang kompleks akan diperoleh anak
hanya dalam waktu kurang lebih lima tahun.
Dalam
pembelajaran bahasa ada beberapa teori yang mempunyai perbedaan dalam pendapat
masing-masing, dan merekan mempunyai dasar yang mampu menguatkan pendapat
mereka.Adapun kelompok yang berpendapat tentang teori belajar bahasa, pertama
teori behavioris yang berorientasi pada psikologi behaviorisme, yang kedua
teori generatif yang berdasarkan pada teori nativisme dan teori kognitivisme,
dan yang ketiga teori fungsional yang mengacu pada teori psikologi
konstruktivisme.
Ketiga
teori tersebut mempunyai pengaruh yang besar dalam ilmu bahasa yang berkaitan
erat dengan pemerolehan bahasa atau pemebelajaran bahasa. Berdasar pada ketiga
teori tersebut, maka dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai ketiga teori
tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Teori Behavioris
Behaviorisme
adalah salah satu aliran psikologi yang berpengaruh di masyarakat
ini.Behaviorisme mengikuti metode eksperimen penelitian ilmiah yang menjadi
perhatian adalah segala hal yang dapat diamati secara ilmiah.Kaum behavioris
berpendapat bahwa bahasa merupakan bagian fundamental dari keseluruhan perilaku
manusia.Pendapat ini diperkuat oleh Jenkins dan Palermo (1964), yang menyatakan
bahwa anak mungkin memperoleh kerangka tata bahasa struktur frase dan belajar
ekuivalensi stimulus respon yang dapat diganti dalam tiap kerangka.Imitasi
merupakan sesuatu yang penting karena untuk menentukan hubungan stimulus
respon.
Pendapat
para ahli psikologi behaviorisme yang menekankan pada observasi empiric dan
metode ilmiah hanya dapat menjelaskan keajaiban pemerolehan bahasa dan ranah
kajian bahasa yang sangat luas belum dapat tersentuh dan hany adapat diogali
dengan pendekatan yang lebih dalam.
2.
Teori Generatif
Teori
generatif menggunakan pendekatan rasionalitik, maksudnya adalah mencari
penjelasan yang gamblang dan jelas tentang rahasia pemerolahan danbelajar
bahasa.Ada dua tipe teori generatif yang dikenal dalam penelitian bahasa, kedua
teori tersebut yaitu:
a. Nativisme
Istilah
nativisme muncul dari pernyataan bahwa pembelajaran bahasa ditentukan oleh
bakat.Sejak manusia lahir itu sudah memiliki bakat untuk memperoleh dan belajar
bahasa. Teori tentang bakat bahasa ini mendapatkan banyak penguatan, salah
satunya Eric Lenneberg (1967) bahwa bahasa itu merupakan perilaku khusus
manusia dan bahwa cara pamahaman tertentu, pengkategorian kemampuan, dan
mekanisme bahasa lain yang berhubungan ditentukan secara biologis. Chomsky
(1965) menyatakan bahwa eksisitensi bakat tersebut bermanfaat untuk menjelaskan
rahasia penguasaan bahasa pertama anak dalam waktu yang singkat.Selain itu,
Chomsky juga menyatakan bahwa bakat bahasa itu terdapat dalam kotak hitam (black
box) yang disebutnya sebagai language acquisition device (LAD) atau
piranti pemerolehan bahasa.
McNeill
mendeskripsikan LAD terdiri atas empat bakat bahasa, yakni:
a)
kemampuan membedakan bunyi ujaran dengan bunyi yang
lain dalam lingkungannya;
b)
kemampuan
mengorganisasikan peristiwa bahasa ke dalam variasi yang beragam;
c)
pengetahuan adanya sistem bahasa tertentu yang mungkin
dan sistem yang lain yang tidak mungkin;
d)
kemampuan untuk tetap mengevaluasi sistem perkembangan
bahasa yang membentuk sistem yang mungkin dengan cara yang paling sederhana
dari data kebahasaan yang diperoleh.
Untuk memahami dengan baik konsep LAD, diperlukan
praktek dengan anak-anak yang ada di lingkungan sekitar anda. Misalnya anak
yang berusia 2,5 tahun sudah mampu membedakan bunyi bahasa yang berasal dari
alat ucap manusia dengan bunyi lain, yaitu bunyi tokek, anjing, kucing dll. Hal
ini membuktikan bahwa manusia telah diakaruniai bakat sejak lahir, kemampuan
untuk dapat membedakan bunyi bahasa dengan bunyi-bunyi lain yang ada di
sekitarnya.
Kemampuan
manusia yang ada sejak lahir yaitu bakat memilki pengetahuan tentang kalimat
yang mungkin dan yang tidak mungkin bisa dicontohkan saat anak dininabobokkan
yaitu anak mampu mengganti “digigit nyamuk” dengan “dididit aum” (aum maksudnya
harimau). Selain itu kemampuan untuk membedakan kalimat yang gramatikal dan
kalimat yang tidak gramatikal juda meruupakan bakat bawaan manusia. Kemudian
dalam perkembangannya manusia juga mengevaluasi sistem bahasa yang diujarkan
secara terus-menerus yang pada akhirnya menjdi bentuk yang diterim oleh
lingkungan, contohnya adalah ketika anak masih kecil belum mampu untuk
mengucapkan bunyi [l, r] lambat laun ia akan terus berusaha untuk
mengucapkannya menjadi ucapan yang semestinya.
Argumantasi
McNeill tentang LAD begitu tepat dan langsung sasaran, karena menurutnya teori
stimulus-respon itu terbatas, sehingga maslah pemerolehan dan pembelajarab
bahasa akanjauh dari jangkauan. Proposisi LAD mengarah pada aspek rawan pemerolehan
bahasa, yaitu aspek makna, keabstrakan, dan kreativitas.
Kaum
nativistis juga berpendapat bahw abahasa anak adalah sistem yang sah dalam sistem
mereka.Perkembangan anak sedikit demi sedikit Perkembangan bahasa anak itu
dalam setiap tahapan itu sisitemik, maksudnya anak secara terus-menerus
membentuk hipotesis dengan dasar masukan yang diterimanya dankemudian
mengujinya dalam ujarannya sendiri dan pemahamannya. Selam bahasa anak itu
berkembang, hipotesis itu akan terus direvisi, dibentuk lagi secara konsisiten
diucapkannya.
Jean
Berko (1965) menunjukkan bahwa belajar bahasa itu bukan sebagai urutan yang
terpisah-pisah,tetapi sebagai system yang integral. Berko melakukanpenelitian
dengan menggunakan tes kosakata yang tak bermakna, dan menemukan bahwa anak
berbicara bahasa Inggris sejak usia 4 tahun mnerapkan kaidah pembentukan jamak,
present progressive, past tense, tunggal ketuga dan posesif.
McNeill
dan kawan-kawannya menyajikan tentang hakikat pemerolehan bahasa anak secara
sistemik.Tata bahasa merupakan representasi formal dari struktur batin,
struktur yang tidak terwujud secara nyata dalam ujaran.Tata bahasa awal aak
mengacu pada tata bahasa tumpu (pivot grammar).Berdasarkan observasi,
ujaran anak satu dua kata mula-mula merupakan perwujudan dua kelas kata
terpisah dan bukan hanya dua kata yang dilemparkan secara bersamaan secara
acak.Berikut adalah kaidah pertama bagi tata bahasa generatif.
Kalimat
------kata tumpu + kata terbuka
Pendekatan
nativisme kepada bahasa anak sekurang-kurangnya mempunyai dua sumbangan penting
untuk memahami proses pemerolehan bahasa pertama, yakni:
1)
bebas dari keterbatasan daro metode ilmiah untuk
menjelajah sesuatu yang tidak tampak, tak dapat diobservasi, berada di bawah
permukaan, tersembunyi, struktur kebahasaan yang bastrak yang dikembangkan oleh
anak;
2)
deskripsi bahasa anak sebagai system yang sah, taat
kaidah, dan konsisten; dan
3)
konstruksi sejumlah kekayaan potensian dari tata
bahasa universal.
b. Kognitivisme
Kerangka nativis pun masih mempunyai kelemahan-kelemahan. Akhir tahun 60-an
merupakan saksi pergeseran kontinuum, tetapi bergerak lebih pada hakikat
bahasa. Slobin (1971) mengatakan bahwa dalam semua bahasa, belajar semantic
bergantung pada perkembangan kognitif. Urutan perkembangan itu lebih ditentukan
oleh kompleksitas semantic daripada kompleksitas struktural. Bloom (1976)
menyatakan bahwa penjelasan perkembangan bahasa bergantung pada penjelasan
kognitif yang terselubung. Apa yang diketahui anak akan menentukan kode yang
dipelajarinya untuk memahami pesan dan menyampaikannya.
3. Teori
Fungsional
Munculnya konstruktivisme dalam dunia psikologi, dalam tahun-tahun
terakhir ini menjadi lebih jelas bahwa fungsi bahasa berkembang dengan baik di
bawah gagasan kognitif dan struktur ingatan. Penelitian bahasa anak-anak mulai
memusatkan perhatiannya pada bagian linguistik yang paling rawan, yakni fungsi
bahasa dalam wacana. Gelombang baru ini merupakan revolusi penelitian dalam
pembelajaran dan pemerolehan bahasa. Jantung bahasa fungsi komunikatif diteliti
sampai dengan segala variabilitasnya.
Para peneliti mulai melihat bahwa bahasa merupakan manifestasi
kemampuan kognitif dan afektif untuk dapat menjelajah dunia, untuk berhubungan
dengan orang lain, dan juga untuk keperluan terhadap diri sendiri sebagai manusia.
Lebih lagi kaidah generatif yang diusulkan di bawah naungan kerangka nativisme
itu bersifat abstrak, formal, eksplisit, dan logis; meskipun sebenarnya kaidah
itu lebih mengutamakan pada bentuk bahasa dan tidak pada tataran fungsional
yang lebih dalam dari makna yang dibentuk dari interaksi sosial.
a.
Kognisi dan Perkembangan Bahasa
Slobin menyatakan bahwa dalam semua
bahasa, belajar makna bergantung pada perkembangan kognitif dan urutan
perkembangannya lebih ditentukan oleh kompleksitas makna itu daripada
kompleksitas bentuknya. Menurut dia ada dua yang menentukan model: (1) pada
aras fungsional, perkembangan diikuti oleh perkembangan kapasitas komunikatif
dan konseptual, yang beroperasi dalam konjungsi dengan skema batin kognisi; dan
(2) pada aras formal, perkembangan diikuti oleh kapasitas perseptual dan pemrosesan
informasi, yang bekerja dalam konjungsi dalam skema batin tata bahasa.
b.
Interaksi Sosial dan Perkembangan Bahasa
Akhir-akhir ini semakin jelaslah bahwa
fungsi bahasa berkembang dengan baik di luar pikiran kognitif dan struktur
memori. Di sini tampak bahwa konstruktivis sosial menekankan perspektif
fungsional. Dalam model resiprokalnya tentang perkembangan bahasa, Holzman
(1984) menyatakan bahwa sebuah sistem behavioral resiprokal bekerja di antara
bahasa yang dikembangkan bayi-anak dan pengguna bahasa dewasa yang kompeten di
alam peran socializing-teaching-nurturing.
Beberapa penelitian mengkaji interaksi antara pemerolehan bahasa anak dan
pembelajaran tentang bagaimana sistem itu bekerja di dalam perilaku manusia.
Kajian yang lain tentang bahasa anak terpusat pada komunikasi interaksi bahasa,
yang merupakan kawasan kajian yang rawan, yakni fungsi bahasa dalam wacana. Bahasa
pada hakikatnya digunakan untuk komunikasi interaktif. Oleh sebab itu, kajian
yang cocok untuk itu adalah kajian tentang fungsi komunikatif bahasa: apa yang
diketahui anak tentang berbicara dengan ank-anak yang lain? Tentang bulir-bulir
wacana yang berhubungan (hubungan antara kalimat-kalimat; interaksi antara
pendengar dan pembicara; isyarat percakapan. Dalam perspektif semacam itu,
jantung bahasa, fungsi pragmatic dan komunikatif dikaji dengan segala
variabilitasnya.
4. Isu penting
dalam Pembelajaran Bahasa
a.
Kompetensi dan Performansi
kompetensi mengacu pada pengetahuan yang mendasari sistem,
peristiwa, atau tindakan. Kompetensi itu tidak dapat diobservasi. Performansi
merupakan perwujudan atau realisasi kompetensi yang dapat diamati secara jelas.
Kompetensi merupakan suatu perbuatan aktual seperti berjalan, menyanyi, menari,
dan berbicara. Dalam masyarakat teknologi perbedaan kompetensi dan performansi
digunakan dalam semua sisi kehidupan, misalnya, diasumsikan anak-anak memiliki
komptenesi tertentu bahwa kompetensi itu dapat diukur dan dinilai dengan teknik
observasi dari sampel yang dipilih dengan apa yang disebut tes atau ujian.
b.
Komprehensi dan Produksi
Komprehensi dan produksi dapat merupakan aspek performansi maupun
kompetensi. Mitos yang tersebar selama ini dalam pembelajaran bahasa adalah
anggapan bahwa komprehensi, yakni menyimak dan membaca, sama dengan kompetensi,
dan produksi, yakni berbicara dan menulis sama dengan performansi. Perlu
diketahui bahwa masalah bukanlah demikian itu. Produksi tentu saja dapat
diamati secara lebih langsung, tetapi komprehensi juga merupakan performansi
seperti halnya produksi (kalau kita pinjam istilah Ferdinand de Sassure adalah
keinginan bertindak).
c.
Dasar versus Ajar (nature versus nurture)
Kaum nativis yakin bahwa anak itu sejak lahir sudah diberi bakat
bawaan yang disebut piranti pemerolehan bahasa (language acquisition device), atau tata bahasa universal (universal grammar). Hipotesis bakat bawaan
ini mungkin merupakan pemecahan masalah atas kontradiksi yang berkembang dalam
alirah behaviorisme yang menyatakan bahwa bahasa itu adalah seperangkat
kebiasaan yang dapat diperoleh melalui proses kondisioning dan penguatan.
Namun, harus diakui bahwa kondisioning semacam ini terlalu lamban dan tidak
efisien, serta kurang dapat dipertanggungjawabkan untuk sebuah proses
pemerolehan bahasa yang begitu kompleks.
d.
Kesemestaan
Linguis structural sangat yakin bahwa bahasa itu dapat
berbeda-beda satu dengan yang lain tanpa batas. Sebaliknya linguis generatif
transformasi yang dipelopori oleh Chomsky sangat percaya bahwa ada kesemestaan
bahasa, ada tata bahasa universal. Kalau tidak, bagaimana seorang anak dapat
belajar bahasa apapun yang dipajankan padanya?kenyataannya anak-anak di dunia
ini belajar bahasa dengan cara yang hampir sama. Anak-anak memperoleh /p/ dan
/b/, kemudian /t/ dan /d/ baru kemudian memperoleh /k/ dan /g/. Begitu juga
anak akan memproduksi kalimat satu kata dulu, baru dua kata, dan kemudian tiga
kata.
e.
Sistemasitas dan Variabilitas
Asumsi yang muncul dalam pemerolehan bahasa anak adalah sistemasitas
proses pemerolehan. Dari tata bahasa tumpu (atau tata bahasa pivot) sampai pada
ujaran tiga atau empat kata, serta sampai pada kalimat lengkap yang hampir tak
dapat ditentukan panjangnya, anak menunjukan kemampuan yang luar biasa untuk
menyususn kaidah tentang fonologi, struktur, leksikal, serta semantik suatu
bahasa. Proses belajar anak itu bervariasi. Penguasaan bunyi-bunyi bahasa
mungkin urutannya dapat diramalkan dan bersifat universal. Tetapi, kapan anak
memperoleh, tepatnya waktunya kapan, dari anak sangat bervariasi.
f.
Bahasa dan Pikiran
Menurut pandangan behavioristik, kognisi tak layak dibahas karena
terlalu berbau mentalistik dan tidak dapat diamati secara langsung. Padahal
menurut Piaget (1972) perkembangan kognitif merupakan organism manusia yang
paling utama dan bahwa bahasa bergantung pada dan bersemi karena perkembangan
kognitif.
Isu yang penting di sini adalah bagaimanakah bahasa itu
mempengaruhi pikiran dan bagaimanakah pikiran itu juga mempengaruhi bahasa.
Yang jelas adalah bahwa bahasa itu ialah pandangan hidup kita, bahasa adalah
fondasi keberadaan kita, dan berinteraksi secara simultasn dengan pikiran dan
perasaan.
g.
Imitasi (Peniruan)
Penelitian menunjukkan bahwa anak adalah peniru yang baik.
Peniruan merupakan strategi yang penting yang digunakan anak dalam pemerolehan
bahasa. Kesimpulan itu tidak akurat dalam tataran global. Memang, penelitian
menunjukkan bahwa strategi peniruan merupakan strategi yang banyak digunakan
pada awal perkembangan bahasa anak.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Adapun simpulan dalam makalah ini sebagai berikut.
1)
Kaum behavioris yakin bahwa
belajar bahasa pada hakikatnya adalah masalah pembiasaan dan pembentukan
kebiasaan. Proses pembelajaran yang penting adalah adanya stimulus dan respons
dan adanya penguatan.
2)
Teori generatif menggunakan pendekatan rasionalitik,
maksudnya adalah mencari penjelasan yang gamblang dan jelas tentang rahasia
pemerolahan danbelajar bahasa. Ada dua tipe teori generatif yang dikenal dalam
penelitian bahasa, kedua teori tersebut yaitu nativisme dan kognitivisme. Teori
generatif menyatakan bahwa manusia lahir dengan bakatnya.
3)
Teori fungsional menekankan pandangan bahwa bahasa
merupakan perwujudan kemampuan kognitif dan afektif, untuk menyiasati dunia,
untuk berkomunikasi dengan orang lain, dan untuk diri sendiri; serta menngkaji
fungsi bahasa menjadi pumpunan para penganut fungsional.
4)
Beberapa isu pentinmg yang berhubungan dengan
pembelajaran bahasa, yaitu:
a.
kompetensi dan performasi
b.
komprehensi dan produksi
c.
ajar versus dasar
d.
tata bahasa universal
e.
sistematisitas dan variabilitas
f.
bahasa dan pikiran
g.
peniruan (imitasi)
h.
masukan
i.
wacana
Posting Komentar